Selamat Datang Di Blog KRISANTUS M. KWEN

Kamis, 29 Februari 2024

MENANTI TURBULENSI POLITIK: Membaca putusan Mahkamah Tinggi Malaysia atas peristiwa Adelina Lisao

 Dimuat di Surat Kabar Harian Pos Kupang Cetak dan Online, Rabu, 21 Februari 2024

Foto: Pos Kupang

Oleh Krisantus M Kwen
Dosen Sekolah Tinggi Pastoral Reinha Larantuka, Flores Timur


Di antara hingar bingar menjelang pesta Demokrasi Indonesia pada 14 Februari 2024, muncul berita yang mengejutkan jagat publik Indonesia. Yaitu putusan Mahkamah Tinggi Malaysia yang mengabulkan gugatan ganti rugi yang diperjuangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Konsulat Jenderal dan Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI atas kematian Adelina Lisao, seorang pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia akibat penganiayaan yang dilakukan oleh majikannya (Poskupang.com 9/2/2024).


 Ganti rugi yang dikabulkan oleh Mahkamah Tinggi Malaysia berupa ganti rugi kesusahan dan ganti rugi penderitaan. Masing-masing bernilai RM 250.000 dan RM 500.000 atau setara dengan Rp.2,4 miliar jika dihitung berdasarkan nilai tukar Ringgit Malaysia terhadap mata uang Rupiah saat ini, Rp.3.278,32. Sungguh mengejutkan karena sebelumnya Mahkamah Konstitusi Malaysia (23/6/2022) membebaskan majikan Adelina Lisao dari dakwaan pembunuhan oleh jaksa penuntut umum. Ini adalah peristiwa hukum yang patut mendapat sorotan di tengah perspektif politik Indonesia hari ini. 


Saya bukan sedang menafikan lembaga hukum Indonesia dan mengedepankan lembaga hukum Malaysia di saat tuntutan atas rasa keadilan yang benar-benar dibutuhkan oleh korban. Turbulensi Hukum Malaysia ini patut mendapat apresiasi karena moral aparat penegak hukum (APH) teruji sungguh berpihak kepada masyarakat (korban), meskipun melewati perjuangan yang panjang sejak tahun 2018. Tidak kurang wakil presiden Yusuf Kala masa itu meminta aparat penegak hukum dan perdana Menteri Malaysia agar mendorong penegakkan hukum yang adil kepada pelaku kejahatan tersebut (Liputan6.com 19/02/2018). Karena subjek dan objek hukum bersifat universal, maka kita perlu belajar dari peristiwa ini dalam dialektika politik hari ini.


Pertama, rasa keadilan masyarakat adalah puncak pengabdian tertinggi (bonum communae). Peristiwa hukum adalah cerminan dialektika masyarakat. Atas apa yang telah terjadi dalam putusan Mahkamah Tinggi Malaysia di atas, maka patut diapresiasi kinerja pemerintah RI melalui Direktorat Perlindungan WNI. Meskipun demikian peristiwa itu meninggalkan nota hitam pekat dalam penanganan PMI. Dalam tulisan yang bernuansa provokatif, harian nasional Kompas menulis “Ratusan pekerja migran asal NTT meninggal di luar negeri, mayoritas berstatus illegal” (20/7/2023). Disebutkan angka 516 kematian PMI dalam kurun waktu 2018-2022. Dari angka tersebut, 499 orang atau  96 prosen adalah tenaga kerja illegal. 


Meskipun tahun 2020 pemerintah provinsi NTT telah membentuk Satgas Pencegahan dan Penanggulangan Orang yang diikuti dengan pembentukan Satgas di semua kabupaten/kota, namun demikian kasus kematian yang menimpa PMI terus terjadi. Januari hingga Juli 2023 tercatat 82 PMI meninggal di luar negeri.  Air mata keluarga Adelina Lisao adalah air mata rakyat. Memberi keadilan kepada keluarga Adelina Lisao adalah memberi keadilan kepada Rakyat. Dipundak presiden dan wakil presiden serta anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terpilihlah hak Rakyat dipertaruhkan. Seperti proses putusan peradilan Mahkamah Tinggi Malaysia atas kasus Adelina Lisao, demikianpun penegakkan keadilan dalam kebijakan prorakyat adalah sebuah proses pembangunan itu sendiri. Karena memperjuangkan rasa keadilan masayarakat adalah hukum tertinggi. 


Jika hari ini PMI terus menderita dan merintih, maka kita perlu mengedepankan empati dan tindakan politik dalam kebijakan penguasa. Jika masih ada yang salah dan belum tepat dalam kebijakan, maka penting untuk terus mengevaluasi dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan disampaing peluang dan ancaman di setiap kebijakan prorakyat.


Kedua, peluang Pilpres dan Pileg.  Pesta demokrasi baru saja berlangsung.  Rakyat telah membuat pilihan dan mencoblos jagoannya. Sebentar lagi kita akan melihat hasilnya. Sesunguhnya memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR RI, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah saat Rakyat menyerahkan mandatnya untuk dilaksanakan. Karena peristiwa politik adalah cerminan proses dinamika kekuasaan yang turut melibatkan masyarakat untuk menentukan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif (triaspolitikal). 


Rakyat menyerahkan sebagian kekuasaan untuk dilaksanakan oleh mereka yang menerima mandat ini. Tugas mereka adalah membawa amanat rakyat dengan mengelolahnya dalam arena kekuasaan. Peristiwa Adelina Lisao adalah cerminan kegelisahaan masyarakat tentang pola kebijakan penanganan pemerintah terhadap PMI. Adelina Lisao adalah cerminan masyarakat yang menderita karena ketidakadilan.  Dia adalah gambaran ribuan pekerja NTT yang mengadu nasibnya untuk meningkatkan kesejahtereaan keluarga, pendidikan anak, dan masa depan mereka yang lebih baik.


Mereka yang terpilih dalam pesta demokrasi ini berasal dari akar rumput. Seyogyanya mereka mengenal kebutuhan rakyat. Tentunya kita berharap mereka mengerti, mengenal, mencintai, bela rasa, dan berpihak pada rakyat. Peristiwa Adelina Lisao adalah momentum penguasa dan wakil rakyat terpilih mengevaluasi  kebijakan  dan mengevaluasi  semua program pemerintah, termasuk  untuk menekan angka PMI Ilegal dan menghadirkan kebijakan prorakyat untuk memfasilitasi PMI  secara legal.


MENANTI MATA HATI WAKIL RAKYAT

Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Turbulensi hukum dalam peristiwa Adelina Lisao bukan tidak mungkin ber-resonansi dalam kebijakan-kebijakan wakil Rakyat terpilih dan terlantik nanti.  Turbulensi politik dalam tindakan kebijakan penguasa adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu tidak berlebihan kalau kita berharap akan ada kebijakan signifikan yang akan dilakukan oleh wakil rakyat terpilih. 


Proses demokrasi Indonesia akan memengaruhi peristiwa dan kebijakan hukum dan peristiwa ekonomi, sosial, budaya, dan politik.  Mereka yang terpilih dalam pemilu kali ini adalah orang-orang pilihan karena dianggap prorakyat, kompatibel, profesional, dan akuntabilitas dalam perspektif Rakyat. Mereka adalah mata hati rakyat. Dalam peristiwa iman, mereka adalah alat yang dipakai Tuhan untuk melayani umat-Nya. 


Yaitu umat yang dilengkapi Sang Khalik dengan kelengkapan martabat manusia dengan seperangkat hak-hak asasi manusia dan bersifat universal yang tidak dapat dicabut oleh siapapun juga (Ensiklik  Pacem in Terris dari Paus Yohanes XXIII). Profisiat kepada wakil Rakyat yang terpilih dalam pesta demokrasi 14 Februari 2024.  





Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Menanti Turbulensi Politik: Membaca Putusan Mahkamah Tinggi Malaysia atas Adelina Lisao, https://kupang.tribunnews.com/2024/02/21/menanti-turbulensi-politik-membaca-putusan-mahkamah-tinggi-malaysia-atas-adelina-lisao.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar