Selamat Datang Di Blog KRISANTUS M. KWEN

Minggu, 15 November 2015

STP Reinha Larantuka: Misa Missio Canonica 2015

Bicaralah suka cita dan kegembiraan

Bertempat di gereja Katolik Paroki San Juan Lebao Tengah, Minggu (15/11/2015), pada pkl 08.00 Wita, dilaksanakan Misa ‘Missio Canonica’ kepada 139 calon wisudawan. Momen ini adalah sebuah peristiwa penting bagi para guru agama Katolik dan tenaga pastoral gerejawi tersebut. Missio Canonica adalah pemberian kuasa mengajar Gereja berdasarkan wewenang Uskup Diosesan kepada kaum awam, karena pertimbangan tenaga pastoral untuk membantu para imam, seturut Kitab Hukum Kanonik. Misa perutusan ini dipimpin langsung oleh Yang Mulia Bapa Uskup Larantuka, Mgr. Frans Kopong Kung Pr bersama 6 imam konselebran, yakni Pastor Paroki San Juan, Romo Hendrik Leni Pr, Romo Thomas Labina Pr, Romo Sinyo da Gomes Pr (Deken Lembata), Romo Bernard.B. Wara Pr, Romo Martin Kapitan Pr, dan Pater Petrus Tukan, SVD.

foto:
Ketua STP Reinha Larantuka Maria Goreti Leto Weking, S. Fil. M.Th (Sr. Elvarina, CIJ) menyerahkan mahasiswa kepada Bapak Uskup, sebagaimana persyaratan yang dibutuhkan, untuk dilakukan Missio Canonica.


Dalam Tema Misa, Missio Canonica, “Menggagas Pendidikan Katolik menuju Eklesia Domestica”, melalui pesan Khotbahnya, Bapak Uskup menghimbau para Guru agama Katolik ini agar memperhatikan beberapa hal. Pertama, Peranan keluarga sangat penting dalam hidup dewasa ini, karena itu, kita bukan sekedar gagasan tetapi bagaimana tindakan konkrit dewasa ini.  Dalam proses ini harus disadari sejak dari awal, yakni gagasan Tuhan - ada di dalam Tuhan. Tegas Bapa Uskup, "Keluarga itu sangat penting ada pada hati dan pikiran awam, ada pada gagasan Tuhan bukan gagasan manusia.H al ini penting  karena Allah yang menciptakan, kita menyadari itu sebagai panggilan yang tidak boleh diabaikan". Kedua, Seorang katekis, menurut Mgr Frans Kopong Kung, harus mengajar dengan sukacita, karena itu pengalaman personal, tanpa pengalaman pribadi kita tidak hadir dengan suka cita, harus ada pengalaman pribadi. Bukan hanya soal saya mengajar di depan kelas, tetapi pengalaman pribadi di dalam Tuhan.


Ketiga, harus ada kebiasaan doa dalam keluarga, "Ciptakan waktu berdoa bersama, bagi suami istri dan anak-anak. Kita masih punya kebiasaan baik". Keempat, "Ciptakan kebiasaan Eklesia Domistika, mulailah di rumah tanggamu dengan memberi contoh. Mulailah dengan kebiasaan di rumah, berkunjunglah ke keluarga-keluarga, bicaralah kegembiraan jangan omong problem, bicaralah sukacita jangan bicara masalah, sampai kita sendiri tidak berdaya" demikian penegasan Bapa Uskup Larantuka.


foto: Rini Daton dan Ersa da Lopes meluapkan rasa gembira bersama suster Carolla, CIJ sesudah Misa Missio Canonica.



Pada akhir khotbahnya, Bapa Uskup menyadarkan akan pentingnya Misi yang dijalankan oleh Gereja, bahwa,  Yesus Tuhan mempercayakan tugas penting kepada Gereja untuk mewartakan Firman, kabar gembira dalam kehidupan ini, “Kita bersyukur kepada Tuhan hari ini  para katekis ditugaskan untuk tugas pewartaan, kiranya peristiwa ini menegaskan akan apa yang Yesus perintahkan untuk menjadi saksi Injil”.

Misa Missio Canonica dilakukan dihadapan ratusan umat paroki San Juan dan dihadiri oleh Sekretaris direktorat Jenderal Bimas Katolik RI, Drs, Agustinus Tungga Gempa, MA dan didampingi oleh Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Flores Timur, Petrus Pedo Beke, S. Ag. Dan Kepala Seksi Pendidikan Agama Katolik, Martinus Tupen Payon, S.Ag. Misa perutusan para katekis tersebut menjadi meriah dan agung karena diiringi oleh koor dari SMAK St. Fransiskus Larantuka.


Selasa, 10 November 2015

STP Reinha Larantuka Menyongsong Wisuda 2015

SIAP SIAGA DALAM BERTAHAN

                                                               
Pesa penya Sandominggo
Tempa sormoa dudo mendeko
Kapal musuh di ujong tanjo
Bapa sentidu mama besiba


Hela genta memberi sogna
Orang nagi tambah semangat
Asa pesa sambil permesa
Tiro-tiro jo lalu ponta


Ref: Larantuka Lewo Nama Nagi tua punya nama
       Tuan Renha Tuan Ana
      Torang Mati di Kaki Tuan


 Foto: Rano Tukan melatih Paduan Suara Mahasiswa. Sebuah persiapan wisuda angkatan IV STP Reinha Larantuka.


Menyongsong Hari Wisuda Angkatan IV, pada 16 November 2015, Sekolah Tinggi Pastoral Reinha Larantuka melaksanakan berbagai persiapan dengan baik dan serius. Persiapan itu dilaksanakan segenap civitas akademika, terutama di setiap seksi di tingkat panitia wisuda. Ketua panitia wisuda Angkatan IV adalah Bapak Anselmus Atasoge, S. Fil. M.Th, dengan segenap anggota panitia, baik dosen, pegawai, maupun para mahasiswa, telah melakukan persiapan-persiapan teknis, koordinasi, dan pemantapan.


Teks lagu di atas adalah bait ke tiga teks lagu “Larantuka Punya Renha” ciptaan M. Wari Weruing, yang  dinyanyikan dengan gegap gempita oleh para mahasiswa. Keterlibatan Himpunan Mahasiswa (HIMA) pun dengan serius dan sungguh-sungguh. Hal ini tergambar dari koordinasi yang terus menerus dilakukan oleh Ketua HIMA, Is Moron dengan panitia terkait yang membutuhkan partisipasi para mahasiswa.


Kesibukan yang sama terlihat dari setiap seksi karena makin mendekati hari “H”. Sebagaimana kegiatan wisuda Sarjana Agama ini, akan diawali dengan rekoleksi untuk peserta calon wisudawan pada hari Jumad, 13 November 2015 dan akan dilakukan General Repetisi pada hari Sabtu, 14 November 2015.


Prosesi wisudawan akan didahului sehari sebelumnya, dengan momentum pemberian izin mengajar Gerejawi melalui Misa Perutusan, Missio Canonica yang dilakukan oleh wewenang Gereja Katolik, Yang Mulia Uskup Larantuka, Mgr. Frans Kopong, Pr di Gereja Paroki San Juan, Lebao Tengah pada 15 November 2015.


Mahasiswa berasal dari umat, oleh umat dan akan kembali kepada umat, maka umat Katolik pun turut terlibat dan memahami tugas dan wewenang mengajar  para agen pastoral yang akan dilantik ini. Para calon sarjana agama Katolik ini mengalami misa perutusan di tengah-tengah umat, sebagaimana para imam-imam baru, para katekis adalah mitra klerus untuk melayani Gereja (KHK 773 dan 776).


Sebagaimana teks inspirasi di atas, para katekis adalah agen pastoral serentak siap siaga bertahan melayani Tuhan dan sesama dalam misi Gereja.



Selasa, 03 November 2015

SMAK YONPOL : 25 TAHUN - PERAK



MEMBANGUN KEGEMBIRAAN HIDUP DI TAMAN PENDIDIKAN YONPOL


BERSYUKUR adalah salah satu sifat dasar manusia beriman. Kristianitas sebagai sebuah jalan keselamatan manusia melayani pemeluknya untuk mengukir setiap momentum kehidupan dengan nada syukur dalam ritus meriah untuk memuliakan Tuhannya. Ungkapan ini kiranya menggambarkan perayaan 25 tahun Pesta Perak SMAK Yohanes Paulus II Waibalun, yang biasa dikenal SMAK Yonpol, pada 22 Oktober 2015. “Roh” pelindung mereka yang terkenal semasa hidupnya sebagai Paus Yohanes Paulus II, yang selalu gembira, enerjik, dan penuh visioner demi Allah dan keselamatan manusia, mau diwarnai dalam hari bersejarah ini.

foto: Kepala Sekolah SMAK Yonpol, Sr. Christella CIJ bersama staf guru dan pegawai


Perayaan Syukur 25 Tahun SMAK Yonpol dirayakan melalui Misa Syukur Meriah yang dihadiri oleh segenap keluarga Besar SMAK Yonpol baik itu para siswa, para guru dan staf kepegawaian beserta keluarga mereka dan dihadiri oleh tamu undangan, khususnya para alumni yang pernah mengenyam pendidikan di Yonpol ini. Misa syukur tersebut di hadiri oleh 7 imam konselebran dengan mengusung Tema besar, “Membangun Kegembiraan Hidup di Taman Pendidikan Yonpol”. Perhelatan akbar tersebut dirayakan di halaman SMAK Yonpol dengan liturgi yang meriah, khidmat dan agung.


SMAK Yonpol yang kini dipimpin Suster Christella CIJ, terus melanjutkan semangat para pendirinya. SMAK Yonpol, sejak awal berdirinya di bawa panji “Pendidikan Keguruan”, waktu itu dikenal dengan SPG Putri dan “Pendidikan Guru Agama Katolik” (PGAK) Yohanes Paulus II. Lembaga pendidikan ini adalah buah pelayanan para suster "Congregatio Imitatio Jesu" (CIJ), yang telah menciptakan kader guru-guru di dunia pendidikan jagat Indonesia, khususnya di kabupaten Flores Timur dan kabupaten-kabupaten di NTT.


Liturgi syukur meriah ini dirayakan oleh segenap lembaga Yonpol sebagai hari penuh sukacita. Mereka memaknai tema besar di atas, dalam nada gembira. Terungkap jelas dalam pengantar liturgi perak, “Membangun Kegembiraan Hidup di Taman Pendidikan Yonpol adalah Kristalisasi isi, jiwa, dan spiritualitas perjuangan bersama di hari kemarin hingga kini..SMAK Yohanes Paulus...tetap menjadi sebuah taman pendidikan kerahiman, yang memungkinkan terbentuknya manusia Kristus Kecil yang mulia dan bahagia. Yaitu mereka yang terlebih dahulu tahu dan tinggal di dalam Rahim-Hati Allah; mereka mampu mengerti dengan hati dan sendiri merasakan sentuhan hati pendidikan kasih kerahiman Allah. Yaitu mereka diutus sebagai "Rasul" dan "Misionaris Kecil" yang handal, yang berilmu dan beriman, seperti layaknya Santo Yohanes Paulus II”.

SMAK Yonpol adalah salah satu unit pelayanan Pendidikan Para suster CIJ, bersama unit SMP "Ratu Damai" bernaung di bawah Yayasan Bina Wirawan. Bersama dua unit ini, CIJ juga mengelola Yayasan Perguruan Tinggi "Hendricus Leven" yang menyelenggarakan tiga perguruan Tinggi, yakni, Sekolah Tinggi Pastoral "Reinha Larantuka", Institut Keguruan Dan teknologi (IKTL), dan Universitas Terbuka (UT).

Minggu, 01 November 2015

Bale Nagi: Jan Djangun, pencipta Lagu bersejarah dari kota Reinha



Semua orang wajib tahu bahwa lagu yang sudah go publik sejak Januari 1962, diciptakan dengan kekayaan inspiratif, seni dan kaya nuansa filosofi Lamaholot. Pengarangnya adalah  Jan Djangun, lengkapnya, Jan Bercmans Lesen Djangun. Om Jan, mengakui dia bergaris turunan 25 % Sikka, 25 % Manggarai dan 50% berdarah Nagi-Lokea. Saya menurunkan lengkap tulisan Om Jan dan bisa diakeses di https//jandjangun.wordpress.com

Foto: Jan Djangun

Didesak Kebutuhan
Bermula dari pentas budaya antar daerah kabupaten-kabupaten se-Flores yang akan digelar oleh para siswa Seminari Menengah St.Johanes Berchmans -Mataloko – Ngada – Flores untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-38 Rektor atau Direktur Seminari, Pater Alex Beding SVD pada 13 Januari 1962.
Siswa-siswa Flores Timur atau Turunan Flores Timur hanya berjumlah kurang lebih sepuluh siswa, dilengkapi dengan beberapa siswa dari Maumere yang berasal dari Boganatar yaitu daerah dekat perbatasan Larantuka- Maumere. Keuskupan Larantuka sudah memiliki Seminari Menengah di Hokeng. Kelompok siswa dari pelbagai daerah (kabupaten) dapat dengan mudah pentaskan satu sajian budaya daerahnya (tari atau lagu) karena jumlahnya cukup banyak. Yang dapat dipentaskan oleh kelompok siswa asal Flores TImur adalah bernyanyi.


Motivasi Mencipta
Pada saat itu saya, Jan Berchmans Lisen Djangun adalah seorang siswa kelas V atau II di SMA Seminari Mataloko.
Dalam diri saya ada garis turunan 25% Maumere, 25% Manggarai tetapi 50% Nagi – Lokea- Larantuka. Karena cukup berlatar belakang seni musik, saya berinisiatif menggubah satu lagu khusus, khas Larantuka (Nagi). Bakat musik berasal dari keluarga, dipoles pengalaman mengikuti paduan suara di bawah dirigen Pater Albert Van der Heyden SVD, berguru seni musik pada Pater Jan Lali SVD dan dilatih menggesek biola musik klasik oleh Pater Piet Rozing SVD dan Pater Anton Sigoama Letor SVD. Kiranya cukup bekal untuk menghadirkan sebuah lagu baru bernuansa NAGI, berjudul BALE NAGI.
Beberapa hari menjelang HUT tersebut, otak remaja ini dipaksa menemukan inspirasi untuk lagu khusus ini. Akhirnya inspirasi muncul juga.


Sumber Inspirasi
Saya mempunyai pengalaman beberapa waktu tinggal dan bersekolah di Larantuka pada tahun 1952 kelas I Sekolah Rakyat. Pernah berlibur di Larantuka di tahun 1959-1961 pernah menelusuri jalan dalam rintik hujan malam dari Lokea- Pantai Suster/Uste- Waibalun bola bale dengan bentangan laut kelam berhiaskan kerlipan lampu para nelayan bekarang (menangkap ikan) . Pernah mengalami nae-bero (sampan nelayan) bola-bale Larantuka – Ariona (Pantai di Adonari di sebelah pantai Wure-Larantuka) bersama Almarhum nenek Elisabeth Aliandoe Fernandez mengunjungi kakek moyang Usen Aliandoe (alm) dan memahami alamiah keseharian arus ole dan arus wura (arus bolak balik berganti pagi dan petang akibat sempitnya Selat Larantuka antara Laut Flores di utara dan Laut Sawu di selatan). Pengga ole maura artinya melintasi Selat Larantuka dibantu oleh arus ole dan arus wura.


Syair Bale Nagi (Asli- tanpa notasi)
Lia lampu menyala di pante Uste-e
Orang bekarang di angin sejo-e
Inga pa mo ema jao -e
Inga ade mo kaka jao-e
Pengga ole ma wura lewa Tanjo Bunga -e
Malam embo ujan po rinte-e
Tanjo Bunga meking jao-e
Sinyo tedampa pi Nagi orang-e
Reff : Bale Nagi Bale Nagi Sinyo -e
No-e, kendati nae bero -e
Bale Nagi, Bale Nagi Sinyo -e
No-e , kendati nae bero -e

Nota : Dalam dialek Nagi sebutan ”e” dilampirkan sebagai bunyi ucapan aksentuatif dengan mengajak atau menegaskan (bandingkan dengan akhiran -lah dalam bahasa Indonesia)


Karakter Lagu
Ber-tonal range satu setengah oktaf, bernada dasar G, A atau Bes, tergantung pada kemampuan pencapaian nada oleh Penyanyi. Birama yang dipakai adalah 3/4. Bersyair dua bait dengan Reffrain untuk tiap bait. Ada Finale Mezopiano ke Pianissiomo mendayuh mengakhiri lagu. Durasi 4,5 menit , mencapai 6-7 menit dengan variasi iringan musik. Mengklimaks pada nada tertinggi, disusul antiklimaks dengan 4 ritma berdinamika ritardando yang bermakna menyadarkan dan mengajak Bale Nagi-Inga Se Nagi Tana.


Sajian Perdana 13 Januari 1962
Berpacu dengan hari pentas, lagu khusus ini harus jadi. Biar sederhana asal tuntas, mudah dinyanyikan serta akrab dengan situasi masyarakat. Selanjutnya mengajak beberapa rekan seminaris berlatih untuk tampil bernyanyi. Seingat saya beberapa rekan seminaris yagn ikut menyanyikan lagu ini adalah : Polce Boleng, Jan Djuang, Ignatius Martin, Jan Sani, Martin Dele, Camilus Patal Namang, Matheus Mola, Eugenius Eli dan beberapa rekan lain dari Boganatar, dimana sebagian mereka sudah menjadi Pastur. Untuk visualisasi atas lagu tersebut dibuat satu model sampan kecil, digantung di bahu berdua oleh saya dan Polce Boleng. Mendayung dan menggerakkan sampan Pati Golo, mengiringi alunan lagu Bale Nagi.


Berkumandang di RRI Kupang
Pada bulan Juni 1967, saya berlibur ke Kupang, Wakil Pastur Paroki, Pater Blasius Fernandez SVD pada suatu malam bertugas mengisi acara Mimbar Agama Katolik di RRI Kupang. Saya mengajukan agar lagu Bale Nagi boleh jadi lagu selingan. Lalu usul saya disetujui. Para penyanyi dadakan adalah para seminaris cilik kelas I dan II SMP Seminari Lalian asal kota Kupang, kebetulan turunan Nagi. Antara lain Cyrillus Belen, Bapak Buang Laju dan beberapa lagi lainnya. Ini merupakan pentas publik ke-2.


Bale Nagi memasyarakat keseluruh Penjuru di tahun 1970-1980

Sampai dengan tahun 1970, lagu Bale Nagi hanya menjadi milik sanak saudara di Kupang dan Larantuka. Di Jakarta, saya menemukan teks areansemen lagu Bale Nagi dalam buku Irama Flobamora -Himpunan Lagu Daerah Nusa Tenggara Timur, penyusun Drs. Apoly Bala, MPd.
Antara tahun 1970-1980 Berawal dari kopian kaset lagu keluarga Martin Djangun yang dibuat rekaman menjelang pindah tugas dari Kupang ke Jakarta pada Juni 1970, di dalam kopian kaset ini ada suara gabungan keluarga Djangun – Fernandez menyanyikan lagu Bale Nagi.Dimana dalam suara itu ada adik saya Denny Djangun (masih kelas II SMP di Kupang) bernyanyi juga dengan iringan gitar dan biola oleh keluarga di Kupang.
Masyarakat NTT di Jakarta terbiasa mendengar Lagu Bale Nagi melalui Band de Rosen dan Band Trio Kelimutu, baik di kalangan masyarakat NTT maupun tayangan Budaya Nusantara di TVRI, Jakarta. Selanjutnya lagu Bale Nagi menemani para perantau asal Nagi yang menyebar ke seluruh Nusantara dan para misionaris asal Nagi yang merantau ke pelbagai negara.
Beberapa Ilustrasi
Karena sudah terlalu lama Lagu Bale Nagi menggema tanpa kemunculan pencipta lagu (N.N) pada tahun 1994, adik saya Denny Djangun pada suatu kesempatan acara keluarga memproklamirkan di Nagi /Lokea bahwa Lagu Bale Nagi diciptakan oleh kakaknya : Jan Djangun.
Pada November 2004, pas hari Ulang Tahun almarhum Nenek Elisabeth Aliandoe ke-100 , di Larantuka, pada suatu malam, Denny Djangun dengan beberapa saudara berkaraoke di gedung Karaoke Meting Doeng, Postoh bertemu dua wanita eks Patriat (orang asing guru bahasa Inggris) yang berkomentar : “Kalau nanti balik ke Inggris, mereka harus tahu dan membawa lagu Bale Nagi, karena lagunya bagus.”
Pada 27 Desember 2005 diadakan Open House Group Panbers di kediaman Benny Panjaitan. Pada kesempatan ini Bale Nagi dinyanyikan duet oleh Denny Djangun dan Benny Panjaitan, direkam oleh Divisi Cek dan Ricek di RCTI dan ditayangkan di RCTI pada tanggal 30 Desember 2005.
Pada Tahun 2007, saya bertemu seorang Biarawati di bandara Wati Oti, Maumere yang baru saja pulang belajar dari Filipina. Biarawati ini berkomentar “Kalau otak capek dan suntuk setelah belajar di Manila, tutup buku lalu putar lagu Bale Nagi, biar lepas ketegangan dan merasa terhibur, seolah berada di tengah keluarga di Nagi.”
Pada bulan April 2008, di suatu kios CD/VCD di pasar Oe Be -Kupang, saya iseng menanyakan pada penjual CD/VCD : apa ada lagu Bale Nagi? Jawabnya “Sonde ada lai Bapak. Itu lagu su lama, ada di beta pung kaset di rumah…ITu beta pung mama pung lagu buat bikin tidur anak kici.”
Pada bulan Juli 2008, Kelompok Musik Tiup Fanfare dari Keuskupan Larantuka singgah di Jakarta dalam lawatan pentasnya ke Batam. Diiringi Musik Tiup Fanfare, Lagu Bale Nagi sempat digelar spontan pada acara di Taman Mini Indonesia Indah, dengan dinyanyikan oleh saya, Denny Djangun, Ardy Gebang, Lorens Fernandez, Nisman Diaz dan Adi Fernandez (saudara -saudara sepupu asal Lokea-Larantuka)
Pada bulan Mei 2009, secara kebetulan dengan seorang kenalan baru asal Flores Timur yang berkomentar: “Lagu Bale Nagi noka menyenangkan dan menyentuh hati bua bulu badan bediri.”
Hari Sabtu 16 Mei 2009, TVRI menayangkan paket upacara tradisi umat Katolik di Larantuka pada Semana Santa (Pekan Suci) Paskah 2009. Tayangan tersebut diakhiri dengan alunan lagu Bale Nagi (Suara Benny Panjaitan- Panbers). Pada saat itu juga ketika dihubungi oleh Denny Djangun, Benny Panjaitan sedang melakukan tour Panbers di Balikpapan yang secara spontan mengatakan bahwa.”Itu lagu bagus” Sambil bersenandung lagu Bale Nagi via handphone-nya.


Catatan Khusus
Tercatat beberapa nama yang sejauh ini telah memasyarakatkan lagu Bale Nagi, antara lain:
Inggris Fernandez bersama Band de Rosen, Lydia Jacob Fernandez, Benny Panjaitan – Panbers dengan VCD khusus berjudul Bale Nagi (atas jasa baik Bapak Wens Kopong), penyanyi khusus dalam Gita Sasando. VCD karya Yan Leba /Dus da Silva dalam Arik Sarennya yang berjudul Bale Nagi numpang Bale Nagi.
Sebuah lagu yang ternyata menjadi terkenal dan didendangkan banyak kalangan luas merupakan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi penciptanya. Namun sampai saat ini pencipta lalai / belum memproses Hak Cipta atas lagu Bale Nagi melalui HAKI (Hak Atas Karya Ilmiah / Hak Cipta)
Beberapa pihak telah menyarankan saya untuk memproses Hak Cipta Bale Nagi melalui lembaga HAKI