Selamat Datang Di Blog KRISANTUS M. KWEN

Selasa, 28 Juli 2015

Ospek: Idealisme Menuju Praksis

Description: Ospek: Idealisme Menuju Praksis




HU Pos Kupang, Selasa, 28 Juli 2015 12:15

POS KUPANG/YENI RAHMAWATI TOHRI
Mahasiswa baru Unwira, Kupang mengikuti masa orientasi studi dan pengenalan kampus di GOR Flobamora, Kupang, Kamis (28/8/2014). 
Oleh Krisantus M Kwen
Staf Dosen Sekolah Tinggi Pastoral Reinha Larantuka
HARI-hari ini, setiap kampus di tanah air sedang dan akan menyibukkan diri dengan kegiatan penerimaan mahasiswa baru. Masyarakat lebih mengenal dengan istilah Ospek. Yakni akronim dari kata Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus. Substansi Ospek adalah memperkenalkan perguruan tinggi kepada mahasiswa baru. Momentum ini sangat istimewa sebagai "ruang" perubahan menata generasi intelektual baru Indonesia. Frasa Ospek bukan sekadar ikon tahunan kampus.


Berhadapan dengan kaum muda ini, Filsuf Indonesia (Driyarkara SJ), menyebutnya 'momentum' membangun manusia muda. Ada tiga alasan mendasar yang patut dikedepankan melalui agenda tahunan ini. Pertama, membangun komitmen perguruan tinggi. Di dalam mukadimah Kepmennas nomor 603 tahun 2001 dinyatakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah berperan aktif dalam perbaikan dan pengembangan kualitas kehidupan dan kebudayaan. Basis argumennya adalah dunia perguruan tinggi patut menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang concern dengan kebutuhan individu agar sungguh siap berhadapan dengan dunianya kelak.


Dalam agenda ini civitas akademika patut merefleksikan peran kehadirannya melalui penjabaran konsistensinya di hadapan manusia muda ini yang mempercayakan dirinya untuk dididik menjadi manusia intelektual Indonesia kelak. Sehingga manusia muda ini dapat mempersiapkan dirinya memiliki kompetensi (Conny R. Semiawan : 1998). Yakni memiliki perilaku, nilai dan norma sesuai sistem yang berlaku untuk menjadi manusia yang utuh dan mandiri sesuai tata cara hidup bangsa.


Kedua, menjaga kepercayaan masyarakat. Calon mahasiswa ini berasal dari keluarga dan masyarakat. Kejelian dan refleksi yang mendalam akan situasi masyarakat adalah momen kita berbenah diri. Indonesia hari-hari ini dimata masyarakat adalah kecepatan perubahan masyarakat ditentukan oleh pelaku ekonomi, kebudayaan, dan politik disamping tokoh pemerintah dan agama. Wajah Indonesia hari ini adalah perselingkuhan kekuasaan antara oknum aktor ekonomi, politik, pemerintahan, dan bahkan menghinggapi mentalitas tokoh agama.


Mafia-mafia politik dan ekonomi telah mengakar di tengah birokrasi parlemen dan kabinet kepresidenan. Atas nama percepatan pertumbuhan ekonomi, hutan dan gunung dibongkar oleh alat-alat berat perusahan-perusahan pertambangan. Lingkungan hidup kian terancam dan alam semakin tidak bersahabat karena ekosistimnya dirusak oleh manusia. Atas nama otonomi daerah, perda-perda eksklusif, primordial, anti pluralistik Indonesia telah mencabik-cabik rasa aman hidup berbangsa kita. Belum lagi perilaku aktor-aktor politik di Senayan yang sekarang memperlihatkan rendahnya tanggung jawab mereka dalam merawat Indonesia. Menghadirkan kejujuran hidup sosial Indonesia adalah cara terbaik menanamkan sikap intoleran terhadap perilaku tidak terpuji dalam membangun bangsa.


Masyarakat mempercayakan perguruan tinggi agar menghantarkan putra-putri mereka sesuai tata cara hidup berbangsa yang baik dan benar.
Momentum ketiga Ospek adalah menjadi daya korektif institusi. Pergumulan dunia kampus adalah pergumulan antara idealisme (teori) dan praksis. Pengalaman pengelolaan management dan pengelolaan birokrasi dikemas dalam teori-teori ilmu pengetahuan. Ada tiga basis utama dalam atmosfer kampus. Yakni Basis Akademis untuk mengelolah manajemen birokrasi kampus. Akademis membawahi karya mengajar (dosen dan mahasiswa), dan kinerja (dosen dan pegawai). Basis kedua dunia kampus adalah Penelitian. Medan yang paling kondusif untuk penelitian kemasyarakatan adalah kampus. Karena kampus memiliki atmosfir akademika dan intelektual.


Keberhasilan dan kegagalan kampus secara publik juga diukur sejauhmana kampus memberi andil kepada masyarakat melalui hasil-hasil riset dan penelitian dalam segala bidang. Basis ketiga dunia kampus adalah pengabdian masyarakat. Kampus didirikan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Sehingga seyogyanya dunia kampus tidak boleh terpisah dari masyarakatnya. Pengabdian kepada masyarakat dapat diperlihatkan ketika civitas akademika membangun komunikasi yang intensif dengan pemerintah dan multi stakeholder masyarakat. Karya-karya karitatif kemasyarakatan kampus masih memperlihatkan diri dalam wajah Kuliah Kerja Nyata (KKN). Karya ini masih terus direfleksikan secara signifikan untuk menjawab kebutuhan masyarakat sehingga perguruan tinggi sungguh siap terlibat memberikan sumbangannya kepada masyarakat.


Ospek wajib menyentuh kedalaman rasa dan empati calon mahasiswa agar menjadikan kampus "rumah" yang baru. Di sana hendak diperlihatkan kondisi yang kondusif untuk merawat Indonesia, mencintai tanah air serentak menanankan kesadaran menjadikan manusia yang berguna bagi bangsa dan negara.
Lingkungan yang familier dan persaudaraan adalah kondisi sine qua non-prasyarat menciptakan warna akademik-intelektual. Ospek adalah titian idealisme menuju seberang, praksis wajah Indonesia. Momentum ini wajib digunakan secara baik dan benar. Karena orang muda sedang meniru profil idaman untuk dihidupi. Selamat datang Mahasiswa Baru! *


Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Ospek: Idealisme Menuju Praksis, https://kupang.tribunnews.com/2015/07/28/ospek-idealisme-menuju-praksis.

Editor: Benny Dasman


Kamis, 23 Juli 2015

OSPEK: WELL COME TO THE JUNGLE

          Sedang dan akan terjadi, perguruan tinggi akan diramaikan oleh kegiatan penerimaan mahasiswa baru periode 2015/2016. Ada berbagai macam cara setiap perguruan tinggi menyambut calon mahasiswanya. Publik lebih mengenal dengan istilah OSPEK: Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus. Substansi OSPEK adalah memperkenalkan perguruan tinggi kepada mahasiswa baru. Untuk acara yang satu ini, institusi perguruan tinggi melalui Pembantu Rektor (PUREK) atau Pembantu Ketua (PUKET) Sekolah bagian kemahasiswaan akan melantik panitia khusus penerimaan mahasiswa baru. Panitia kecil ini bekerja di bawah tanggung jawab pimpinan perguruan tinggi urusan kemahasiswaan, yang secara teknis dilaksanakan oleh bagian Senat Mahasiswaan.

          OSPEK itu fenomena tahunan yang menarik untuk dikritisi oleh pers ketika terjadi pelanggaran yang serius. Menjadi menarik karena publik dan pers ingin membuktikan apakah OSPEK masih identik dengan dunia kekerasan, preman atau sistim balas dendam. Terkadang dunia kampus disebut ‘hutan rimba’, yang di dalamnya tumbuh ‘pepohonan’ idealisme. Pada tataran ini, mahasiswa bagaikan didorong untuk masuk ke hutan rimba idealisme untuk mencari jejak sebuah jenis pohon idealisme yang menarik perhatian. Di hadapan mahasiswa kelak terbentang tak terhingga konsep idealisme dan dia harus membuat pilihan. Sekarang calon mahasiswa sudah datang dan melangkah dipintu gerbang hutan idealisme. Setuju atau tidak setuju, calon mahasiswa baru ini akan didorong masuk ke dalam kanca hutan idealisme sehingga kelompok ini diserukan “Well Come to the Jungle”. Idealisme ini secara positif, patut di “provokasi” ke dalam praxis pengalaman mahasiswa baru.   
       
         Untuk hal yang sangat mendasar ini ada tiga gagasan yang baik untuk didiskusikan. Bagian pertama, kita akan melihat sejarah konsep pembentukan idealisme. Idealisme berasal dari kata ‘ide’, yang berarti dunia di dalam jiwa. Istilah idealisme pertama kali dipopulerkan oleh seorang filsuf bernama Leibniz pada awal abad ke18. Sebetulnya Leibniz menerapkan konsep idealisme dari pemikiran Plato , yang diperlawankan dengan konsep materialisme. Idealisme lebih menekankan hal-hal yang bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang bersifat materi dan fisik. Jadi realitas mau dijelaskan oleh model ini dengan gejala-gejala psikis, roh, budi, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi. Ada tiga gambaran yang melukiskan kosep idealisme : yakni pertama idealisme sebagai aliran ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar. Kedua, idealisme berusaha hidup menurut cita-cita atau patokan yang paling sempurna dan ketiga, aliran yang mementingkan khayalan atau fantasi untuk menunjukkan keindahan dan kesempurnaan walaupun itu bertentangan dengan kenyataan.

        Bagian kedua, pergumulan mahasiswa sebagai manusia pengusung idealisme. Sejarah sudah membuktikan bahwa ada banyak mahasiswa terlibat aktif dalam kanca sosial kemasyakatan. Mereka adalah motor-motor penggerak perubahan di jamannya. Membaca sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia sebelum kemerdekaan, akan kita kenal “Budi Utomo’ didirikan pada 20 Mei 1908. Mereka adalah pemuda-pelajar yang kritis dalam menelisik situasi sosial kemasyarakat di era-nya. Pada tahun 1925 berdiri wadah ‘Perhimpunan Indonesia’, yang berorientasi politik. Ada generasi kritis serentak penuh visioner yang disebut “Generasi Sumpah Pemuda” pada tahun 1928. Setelah Indonesia merdeka, kita kenal gerakan pemuda-mahasiswa yang fenomenal di era 60-an pada masa peralihan orde lama menuju orde baru. Mereka adalah KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia dan KAPI/KAPPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia/Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia). Gerakan pemuda mahasiswa ini terus bergulir dari waktu ke waktu. Kita mengenal gerakan mahasiswa era ini sebagai “Reformasi”, tahun 1998. Inilah era peralihan pemerintahan yang “memaksa” Soeharto melepas kekuasaannya selama 32 tahun memimpin Indonesia. Gerakan perubahan ini dimotori oleh idealisme para pemuda mahasiswa. Komitmen gerakan ini berujung pada konsekuensi “Tragedi Trisakti”.

          Bagian ketiga, konsep Indonesia sekarang ini. Mahasiswa menerapkan idealisme sekarang ini yakni apa yang wajib calon mahasiswa ketahui tentang Indonesia hari ini. Indonesia hari ini dimata mahasiswa adalah kecepatan perubahan masyarakat ditentukan oleh pelaku ekonomi, kebudayaan, dan politik disamping tokoh pemerintah dan agama. Domain perubahan ini ditentukan oleh aktor atau tokoh tersebut. Pertanyaan kita adalah ke mana arah perubahan yang dikehendaki para stakeholder dimaksud. Wajah Indonesia hari ini adalah perselingkuhan kekuasaan antara aktor ekonomi, politik, pemerintahan, dan bahkan menghinggapi mentalitas tokoh agama. Mafia-mafia politik dan ekonomi telah mengakar di tengah birokrasi parlemen dan kabinet kepresidenan. Atas nama percepatan pertumbuhan ekonomi, hutan dan gunung dibongkar oleh alat-alat berat perusahan-perusahan pertambangan. Lingkungan hidup kian terancam dan alam semakin tidak bersahabat karena ekosistimnya dirusak oleh manusia. Atas nama otonomi daerah, perda-perda eksklusif, primordial, anti pluralistik Indonesia telah mencabik-cabik rasa aman hidup berbangsa kita. Belum lagi perilaku aktor-aktor politik di senayan yang sekarang memperlihatkan rendahnya tanggungjawab mereka dalam merawat Indonesia. Satu persatu pejabat negara ditangkap. Mereka dijadikan pesakitan di ruang sidang anti korupsi dan dihantar masuk penjara karena garong uang rakyat, memalukan. Itulah Indonesia hari-hari ini.

         Setelah memperkenalkan ketiga bagian kerangka berpikir idealisme mahasiswa tersebut, perhatian calon mahasiswa kini diarahkan kepada sistim pengenalan pengelolaan Institusi. Sistim lembaga ini yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi. Pergumulan dunia kampus adalah pergumulan antara idealisme (teori) dan Praksis. Pengalaman pengelolaan management dan pengelolaan birokrasi dikemas dalam teori-teori ilmu pengetahuan. Ada tiga basis utama dalam atmosfer kampus. Yakni Basis Akademis untuk mengelolah manajemen birokrasi kampus. Akademis membawahi karya mengajar (dosen dan mahasiswa), dan kinerja (dosen dan pegawai). Basis kedua dunia kampus adalah Penelitian. Medan yang paling kondusif untuk penelitian kemasyarakatan adalah kampus. Karena kampus memiliki atmosfir akademika dan intelektual. Keberhasilan dan kegagalan kampus secara publik juga diukur sejauhmana kampus memberi andil kepada masyarakat melalui hasil-hasil riset dan penelitian dalam segala bidang. Basis ketiga dunia kampus adalah pengabdian masyarakat. Kampus didirikan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Sehingga seyogyanya dunia kampus tidak boleh terpisah dari masyarakatnya. Pengabdian kepada masyarakat dapat diperlihatkan ketika civitas akademika membangun komunikasi yang intensif dengan pemerintah dan multi stakeholder masyarakat.
        
        Karya-karya karitatif kemasyarakatan kampus masih memperlihatkan diri dalam wajah Kuliah Kerja Nyata (KKN). Karya ini belum secara signifikan terlibat memberikan sumbangannya kepada masyarakat. Karena dia masih berkutat pada rana praktek-praktek kerja mahasiswa. Secara umum karya ketiga basis ini belum memperlihatkan diri sebagai basis penelitian yang menghasilkan karya-karya monumental. Namun rumusan tujuan tersebut telah memperlihatkan diri sebagai basis utama yang berdiri kokoh sebagai fondasi bangunan kampus. Mengapa hal demikian penting? Pertama, mahasiswa sebagai basis intelektual. Kehadiran mahasiswa di kampus sebagai imperatif atmosfir kampus. Tanpa mahasiswa kampus lumpuh. Karya-karya Tridharma perguruan tinggi harus menjadikan mahasiswa sebagai subyek dan obyek akademika. Karya akademika hendaknya memperlihatkan tiga gagasan utama dalam menumbuhkan potensi diri mahasiswa sebagai generasi masa depan. Kedua, potensi mahasiswa. Potensi diri adalah bagian terpenting dari aktualisasi mahasiswa. Karena di dalam diri mahasiswa tersimpan kreatifitas, dinamisasi diri, terbuka, dan berorientasi ke masa depan. Ketiga, mahasiswa adalah motor penggerak. Idealisme dalam dirinya menjadikan dia terpacu untuk mengaktualisasikan konsep dirinya. Dan mahasiswa siap berpacu dengan waktu. Momentum yang tepat akan digunakan untuk sebuah perubahan. Keempat, mahasiswa itu pencari identitas. Belum ditemukan dunia kerja dan konsep diri yang baku menjadikan mahasiswa adalah seorang pribadi yang dinamis untuk berkembang. Dia memperlihatkan diri yang terbuka terhadap sebuah perubahan sampai dia sendiri menemukan prioritas yang menjadi dambaan.
       
        Pada akhirnya muara idaman OSPEK yang ideal bukan ada pada upaya lebih memotivasi menggerakkan calon mahasiswa untuk masuk lebih jauh ke dalam rimba intelektual praksis, apalagi mempertontonkan kewibawaan ‘senior’ kepada ‘yunior’. Lebih dari pada itu, OSPEK wajib menyentuh kedalaman rasa dan empati calon mahasiswa agar menjadikan kampus adalah “rumah” yang baru. Di sana hendak diperlihatkan kondisi yang kondusif untuk dunia akademik. Lingkungan yang familier dan persaudaraan adalah kondisi sine qua non-prasyarat menciptakan warna akademik-intelektual. OSPEK adalah titian menuju seberang. Momentum ini wajib digunakan secara baik dan benar. Karena orang muda sedang meniru profil idaman. Selamat datang Mahasiswa Baru!, “ Well Come To The Jungle