“MEMBUKA
SELUBUNG YANG MEMBATASI PERAN WANITA”
HIDUP
harus direfleksikan, jika
tidak, sesuatu yang istimewa sekalipun ketika tidak diperhatikan akan tinggal
menjadi kenangan yang biasa-biasa saja. Kitab sucilah yang menunjukkan kepada manusia, bagaimana
cerita-cerita suci
tentang manusia-manusia beriman dalam membangun relasi yang harmonis dengan
Tuhan, sesamanya dan lingkungannya. Melalui kitab suci orang kristiani mengetahui
pergumulan manusia beriman untuk mencapai kedewasaan iman. Di dalamnya orang belajar tentang jatuh-bangun,
menderita-gembira, susah-senang, dan hidup-mati pengalaman manusia beriman dalam menjalani
hidup mereka.
Di bulan kitab suci ini, baiklah diperlihatkan
sejenak pergumulan tokoh-tokoh wanita dalam kitab
suci, ketika mereka bergumul dengan hidupnya. Ini sejalan dengan tema Bulan Kitab Suci Nasional, BKSN 2015,
“Keluarga yang Melayani Seturut Sabda Allah”. Peran wanita sebagai motivator
keluarga perlu digali dalam perspektif biblis. Dari
merekalah orang kristiani
belajar, seperti apa idealnya
wanita beriman. Saya
tidak membedah tema ini secara komparatif melalui penelitian yang adekuat
sistimatik, namun secara sederhana melihat dalam literature Kitab Suci.
Peran ibu dalam kehidupan
Hemat saya, sebelum merefleksikan peran wanita, pertama-tama kita renungkan
secara sederhana peran
ibu dalam pengalaman hidup, kemudian
melihat peran ibu sebagaimana
wanita-wanita dalam pengalaman para tokoh kitab suci sebagai model ideal.
Peran ibu
sangat besar artinya. Di tangan ibulah lahir putra-putri bangsa, dikatakan
bahwa "membangun ibu adalah membangun bangsa, tetapi membangun bapak
adalah membangun dirinya sendiri". Mereka disebut sebagai “tiang rumah tangga”. Anggapan masyarakat bahwa rumah tangga yang sakinah yaitu
keluarga yang sehat dan bahagia, karena wanita yang mengatur, membuat rumah tangga
menjadi surga bagi anggota keluarga. Oleh karena itu ibu menjadi mitra sejajar
yang saling menyayangi bagi suaminya, dan anak-anak mereka. Untuk mencapai ketentraman dan
kebahagian dalam keluarga dibutuhkan isteri yang shaleh, yang dapat menjaga
suami dan anak-anaknya, serta dapat mengatur keadaan rumah sehingga rumah menjadi tempat yang rapih, menyenangkan, memikat hati
seluruh anggota keluarga
Mencari
model wanita dalam kitab suci
menghadapkan kita pada problem. Hambatan
dalam memahami model ibu dalam kitab suci, yakni adanya salah
persepsi, kita cenderung beranggapan kita tahu
tentang kisah-kisah itu, maka dianggap bukan sesuatu yang lebih. Kita menutup
diri untuk menemukan sesuatu yang baru dan relavan menyangkut kehidupan dan
rupa-rupa cerita yang dapat menantang kita dalam penghayatan iman. Pengenalan
itu membuat kita melangkah kepada identifikasi yang lebih besar dengan
tokoh-tokoh, sehingga membuat relasi
yang lebih mendalam dengan Allah. Adapun rupa-rupa
kesetiaan dalam pengalaman peran wanita seturut kitab suci yakni : Pertama, mereka melupakan
penderitaan setelah melahirkan anak ( Yoh 16:21). Dalam Perjanjian Baru secara harafia, injil Yohanes
menggambarkan model ideal wanita biblis yakni “Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah
ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena
kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.”
Kedua, keberanian
mereka dalam bersaksi tentang iman di tengah diskriminasi dan penindasan. Kesaksian para wanita kitab suci meninggalkan jejak
yang tak terhapuskan di dalam kesadaran kristiani. Ketiga, menyambut pesan mereka
di dalam hati. Dengan demikian persepsi dan pemahaman kita tentang
keselamatan diperluas, ketika Ia
menyibakkan peluang-peluang bagi pezirahan rohani kita sendiri, untuk relasi
kita satu sama lain, sebagai manusia laki-laki dan perempuan di dunia ini. Keempat, kita
belajar untuk mentautkan kitab suci secara lebih kuat dengan kehidupan kita,
menemukan model-model kaum wanita dalam Injil
dalam keaslian dan kegiatan mereka, menangkap kebertautan Yesus dengan
mereka dan untuk melihat kitab
suci sebagai jalan untuk pembebasan dan penebusan dan tidak menyalahgunakannya untuk
membawa kaum wanita
untuk membungkamnya
di dalam kehidupan menggereja, apalagi bermasyarakat.
Peran wanita dalam Kitab Suci
Menemukan kembali para wanita Alkitabia, sama
dengan kita menemukan kembali kepercayaan diri kita
sendiri, kesetiaan, kelanggengan
teologi, serta pemahaman akan diri kita
sendiri sebagai mitra Allah dan murid Tuhan Yesus. Yesus sendiri telah
menyingkapkan kepada kita
cara Ia berelasi dengan kaum wanita.
Ia melintasi batas-batas yang diterapkakan
oleh masyarakat pada waktu itu. Walaupun ia seorang Yahudi yang baik. Membiarkan para wanita mengikuti Dia di
luar rumah.Menemukan
kembali kisah-kisah mereka dalam relasi pembebasan yang Yesus jalin bersama
mereka. Sebagai perempuan dan
laki-laki. semoga
kita belajar dari mereka: Maria
sebagai model wanita yang berkumpul bersama para Rasul di ruang atas setelah
Yesus bangkit dan naik ke Surga. Kehadiran profetis
Elisabet (Luk
1:39-45), Elisabet sebagai istri
dari Zakharia. Dalam Kisah Elisabet kita mendapatkan gambaran kesabaran dari
seorang Elisabet sebagai ibu kaum beriman.
Keterlibatan dia dalam
misteri Kristus akhirnya menghantar
dia untuk memperoleh rahmat, boleh menjadi ibu
sejati sebagaimana yang dijanjikan Tuhan. Dahaga bathin yang rindu makna serta
martabat dari perempuan Samaria (Yoh 4 :5-20). Perempuan Samaria ini menemukan air kehidupan yang memuaskan
dahaga bathinnya. Ada juga kasih serta semangat kerasulan Maria
Magdalena, keramahan
serta pemuridan Martha dan Maria,
ketegaran dan kegigihan perempuan siro- Fenezia, pencarian bisu dari perempuan
yang dituduh bersinah, iman
yang tahan uji serta memberdayakan dari perempuan-perempuan yang disembuhkan
Yesus, dan kesaksian penuh iman
serta tanpa gembar-gembor dari Maria istri Kleopas dan banyak wanita lain
tinggal dibelakang layar.
Sadar Gender: Melihat dengan hati yang baru
Semua
ini memberi kita mata yang baru untuk melihat dan hati yang baru untuk
merasakan apa yang dialami oleh kaum wanita
dewasa ini. Mendayagunakan kitab
suci secara kreatif dan
imajinatif guna menangkap amanatNya dan menimbah darinya rupa-rupa konsekuensi
untuk menghayati iman kita. Mata kita hendaknya terbuka sebagaimana
wanita-wanita dalam kitab
suci. Dan hati kita
dapat merasakan pegumulan wanita jaman ini untuk membuka diri terhadap
pelayanan yang sedang dan akan mereka hadapi. Sebagaimana kaum wanita dalam kitab suci, demikianpun
kaum laki-laki dapat mengambil peran bahkan menjadi lebi peka menyadari
kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Karena dengan peran yang sama, walau dalam porsi
yang berbeda, semua orang siap memberi kesaksian imannya dalam kehidupan nyata.
Melihat
dengan hati yang baru, mempersilakan laki-laki untuk sadar gender. Antara laki-laki
dan wanita mempunyai peran yang saling bertautan. Artinya tidak ada lagi perbedaan
gender, apalagi perbedaan peran. Sejauh peran itu bisa saling melengkapi. Laki-laki
bisa kuat dan perkasa demikianpun perempuan bisa kuat nan perkasa. Jika peran
dibagi dengan adil, maka sebetulnya tidak ada perbedaan gender. Yang membedakannya
hanyalah kodrat laki-laki dan perempuan. Karena peran bisa dipertukarkan tetapi
kodrat tidak bisa dipertukarkannya. Mereka dilahirkan dengan membawa kodrat
laki-laki demikian wanita membawa kodrat wanita dengan ciri dan tugas yang khas
melekat di dalam dirinya sebagai laki-laki dan wanita. Kesalahan terbesar
masyarakat adalah mengkonstruksi konsep tentang peran laki-laki dan perempuan,
seolah-olah peran itu kodrat! Kitab suci
telah menunjukkan dengan adekuat peran wanita disamping laki-laki. Apalagi
Yesus telah membuka selubung yang membutakan mata manusia. Dia menarik wanita
dari “lumpur” konstruksi masyarakat yang salah. Yesus menempatkan wanita
sehakekat laki-laki. Demikianpun para Rasul melanjutkan pesan Yesus, wanita
dilibatkan dalam pelayanan Sabda Tuhan.
Semoga
bulan kitab suci nasional tahun ini mengajak kita untuk makin merenungkan peran
para tokoh dalam kitab suci, yakni mereka yang menghayati imannya kepada Yesus.
Dengan demikian hati kita makin tergugah untuk terus mencari Yesus dan
menemukannya di dalam diri sesama terutama di dalam keluarga kita.