Selamat Datang Di Blog KRISANTUS M. KWEN

Minggu, 15 Januari 2017

Seminar Nasional di Larantuka

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM INVESTASI DAN PASAR MODAL



Sore itu, sejak pukul 15.00 wit, Rabu, 16 Oktober 2016, publik pelaku ekonomi, aparatur Negara, para pelajar, mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum tumpah ruah di Gedung OMK Larantuka. Kapasitas gedung multi event hall dipadati oleh undangan dengan kapasitas kursi 500 orang untuk menyaksikan dan mendengarkan langsung Seminar Nasional: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM INVESTASI DAN PASAR MODAL. Di antara undangan tersebut juga hadir utusan dari Polres Flores Timur, utusan Kodim 1624 Larantuka, dan hadir pula Bapak Uskup Larantuka, Mgr.Frans Kopong Pr.

Gbr 1: Bpk Melchias Markus Mekeng


Seminar ini menghadirkan Ketua Komisi XI DPR RI, yang membidangi Keuangan, Perencanangan Pembangunan Nasional, Perbankan, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yaitu Bapak Melchias Markus Mekeng dan sedianya menghadirkan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Bapak Tito Sulistio namun mendadak berhalangan hadir karena tidak bisa meninggalkan Jakarta karena tugas tertentu. Kemudian yang menggantikan beliau juga pimpinan Bursa Efek Indonesia, yakni Direktur Pengembangan PT Bursa Efek, Bapak Hosea Nicky Hogan. Seminar ini dipandu oleh Bapak Petrus Pemang Liku, asisten III Setda Flotim. Sedianya seminar nasional ini dibuka oleh penjabat Bupati namun berhalangan hadir. Seluruh rangkaian seminar tersebut dipandu oleh master of ceremony (MC) Yosep Pati Tobi.
Gbr 2: Bapak Hosea Nicky Hogan:

Ketua Panitia, Krisantus M. Kwen dan sekretaris panitia, Vinsensius B. Toron menjabarkan dua tujuan seminar nasional tersebut dalam press release undangan yakni memperkenalkan kepada publik tentang pasar modal dan pasar keuangannya serta melibatkan partisipasi masyarakat dalam investasi keuangan. Mengingat fenomena  demikian concern lagi mendesak, maka masyarakat perlu mendapat inisiasi dan advokasi dari lembaga keuangan Negara dan sumber informasi yang tepat! Oleh karena itu tema yang yang diangkat  untuk seminar ini adalah: Partisipasi Masyarakat Dalam Investasi Dan Pasar Modal, dianggap menjawab kebutuhan tersebut.

Ggr 3: Suasana Seminar

Dalam seminar nasional tersebut, kedua narasumber mempertegas perubahan ekonomi dan pesatnya peluang-peluang bisnis secara global dan lokal dan peran kebijakan moneter (keuangan) pemerintah Indonesia dan kehadiran Bursa Efek Indonesia dalam konstelasi perekonomian nasional.

Keduanya memberikan pencerahan dan membuka wawasan kepada publik di kota Larantuka dalam perspektif penananaman modal dan saham publik secara gamblang dan mudah dimengerti oleh masyarakat. Disamping itu kedua tokoh Nasional ini menawarkan kepada masyarakat di Flores Timur banyak kemudahan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah yang aman (legal) bagi investasi masyarakat serempak menunjukkan kelemahan-kelemahan praktek usaha ilegal yang menjerumuskan orang NTT khususnya masyarakat di Flores Timur.
Ggr 4: Suasana seminar 


Tawaran yang menggiurkan itu seringkali menjerumuskan masyarakat ke dalam pusaran penderitaan karena gagal mengantisipasi praktek-praktek jasa keuangan ilegal. Oleh karena itu aparatur Negara dan masyarakat sipil perlu dibekali dengan pemahamannya dengan pengetahuan yang benar secara komprehensip tentang praktek-praktek keuangan secara legal dan berdaya guna.



Masih hangatnya berita di kalangan Publik Flores Timur dan NTT pada umumnya tentang lembaga keuangan bodong yang terjadi pada kasus Lembaga Kredit Finansial (LKF) Mitra Tiara di Larantuka yang berujung pada tuntutan pidana 14 tahun penjara kepada pimpinan LKF itu, sesuai tuntutan jaksa (Pos Kupang 2/11/2015), menyebabkan antusiasme peserta seminar untuk menanyakan dan meminta narasumber memberikan pencerahan dan solusi-solusi konkret.

Gbr 5: suasana seminar.


Wawasan keuangan secara makro dan mikro perlu mendapat tempat yang tepat di kalangan stakeholder yang secara langsung maupun tidak langsung bersentuhan dengan kebijakan keuangan. Praktek keuangan yang menarik dana masyarakat di Flores Timur dengan iming-iming bunga tinggi adalah gejala dari gagalnya regulasi praktek ekonomi makro di wilayah pinggiran Indonesia. Seminar ini telah menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi permasalahn tersebut. Inilah substansi seminar yang sesungguhnya.
Gbr 5: foto bersama Bapak Nicky Hogan sehari sesudah seminar. Santai!


Pada seminar itu Bapak Melchias Markus Mekeng, menyampaikan niatnya untuk membuka Galeri Bursa Efek di kota Larantuka, seraya menyebut dua lembaga perguruan tinggi di Larantuka, yakni STIPAS Reinha Larantuka dan Intitut Keguruan Dan Teknologi Larantuka (IKTL) sebagai tempat yang tampan untuk rencana ini. Sedianya tempat ini akan menjadi focus survey sesudah Pemilukada di NTT, pada 15 Februari 2017. Semoga!

Senin, 02 Januari 2017

SEMBAHYANG DI KAPELA TUAN MENINU

MESIAS ADA DI TENGAH-TENGAH KITA

Renungan menurut Yohanes 1:19-28


Tidak banyak cerita yang diungkapkan atau ditemukan dalam teks-teks Kitab Suci Perjanjian Baru (PB) tentang kehidupan Yesus sejak masa kecil sampai dengan Yesus pada usia dewasa menjelang dibabtis oleh Yohanes di sungai Yordan. Ketidakhadiran kisah Yesus dari literatur atau kisah-kisah itu, bukan berarti Gereja Katolik itu kurang Gagasan, atau kurang pengalaman dalam penghayatan iman. 


Gereja Katolik mempunyai banyak kekayaan tradisi dalam mengungkapkan penghayatan imannya karena dari waktu ke waktu terus menghidupkan dan mewariskan tradisi-tradisi iman. Kita bangga karena Gereja Katolik tidak hanya menjadikan Kitab Suci sebagai satu-satunya ajaran dan warisan iman melainkan juga merestui umatnya untuk mempertahankan dan mengembangkan imannya melalui warisan tradisi suci. Di samping itu Gereja menghidupkan dan memelihara devosi-devosi tertentu untuk menggairahkan iman dan kasih kepada Allah. Baik devosi kepada Tritunggal Maha Kudus, devosi kepada Bunda Maria, devosi kepada para Kudus dan tentu berbagai ragam devosi kepada Tuhan Yesus. Salah satu yang kita pertahankan dari warisan para leluhur kita di Nagi ini adalah  memelihara ornament suci dan menghidupkan dalam kekuatan iman akan kehadiran Tuan Meninu di tanah Nagi dalam Tori ini. Inilah rahmat Tuhan yang kita terima di hari-hari doa kita.


Bunda Gereja tetap mengingatkan kita melalui ajarannya tentang Wahyu Allah. Bahwa melalui Kitab Suci dan Tradisi suci ini, kita patut menghidupkan warisan pengalaman iman karena keduanya adalah perbendaharaan keramat Sabda Allah yang dipercayakan kepada Gereja. Devosi kita adalah bagian dari warisan tradisi suci yang terus menerus berusaha untuk mewujudkan sabda Allah dalam hidup kita. Dengan demikian iman yang akan kita wariskan ini, menurut ajaran Gereja Katolik, dalam Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, akan tetap lestari dengan memperhatikan tiga hal. Pertama, kita berpegang teguh pada ajaran Gereja dengan memelihara kesatuan dengan para Gembala. Kedua, kita diharapkan bertekun dalam ajaran para Rasul dan persekutuan iman, dan ketiga, tetap bertekun dalam pemecahan roti khususnya perayaan puncak liturgi dalam Ekaristi dan doa-doa (DV 10). 


Ada dua pertanyaan inti dari warisan kekayaan iman kita adalah: apakah kita berhenti hanya pada rasa bangga di dada karena leluhur telah pewariskan tradisi suci dari devosional ini kepada kita atau kita masih menanti keajabaiban lain? Apakah kita baru benar-benar percaya dan bertobat untuk mengikuti kehendak Allah kalau Tuhan membuat tanda-tanda ajaib di depan mata kita? Karena masih menunggu ramalan-ramala para pendoa yang terkenal?


Menurut Injil (Yoh 1:19-28), ada dua tokoh yang diceritakan yakni Yohanes Pembabtis dan Kaum Lewi atau imam. Pertama, kita melihat peran Yohanes atau kita kenal dengan nama San Juan. Yohanes adalah orang yang tidak pernah berdusta karena mengatakan dua hal tentang dirinya. Pertama, San Juan mengakui dia bukan Mesias dan juga bukan Elia juga bukan nabi. Kedua, Yohanes akhirnya mengakui dengan jujur pula bahwa ia adalah suara orang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! Seperti yang dikatakan oleh nabi Yesaya. Tokoh yang kedua adalah beberapa imam dan kaum Lewi.


Menarik untuk dipertanyakan tentang ketokohan mereka adalah, mengapa hanya untuk mencari tahu tentang Mesias, orang-orang dari Yerusalem harus mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi. Karena sebetulnya tanpa bertanya pun orang-orang Lewi bisa membedakan mana yang disebut Mesias, mana yang disebut nabi atau Elia. Apakah mereka tidak mengerti tanda-tanda lahiria hadirnya seorang Mesias? Padahal orang Israel tahu, siapa itu para imam dan siapa sebetulnya orang-orang Lewi. Dalam tradisi keagamaan Yahudi di dalam Kitab Keluaran, kaum Lewi adalah mereka yang ditentukan untuk melayani Tuhan sebagai imam di Bait Allah sejak zaman Musa. 


Mereka dipercaya Musa untuk menjadi perantara antara manusia dan Allah. Karena tugas mereka ini membuat kehidupan spiritualitas atau kehidupan rohani umat menjadi sangat baik dan bertumbuh dalam imannya. Namun justru sekarang keadaan menjadi terbalik karena kaum Lewi dan imam ini yang tadinya bertugas menjaga mesbah dan rumah Tuhan ini wibawanya turun drastis karena tidak lagi menjadi perantara antara orang Israel dan Allah.


Dalam Yoh 1:19-28, orang-orang Yahudi di Israel menjadikan kaum Lewi dan imam hanya sebagai utusan atau bahasa kasarnya menjadi pesuru saja. Wajar dikatakan demikian karena mereka sudah kehilangan wibawa. Kemampuan mereka dalam menjaga tradisi sudah kabur karena tugas mereka menjadi perantara antara Allah manusia sudah tidak pada tempatnya. Kewibawaan mereka sudah merosot! Karena hanya formalitas belaka atau pelengkap saja karena daya rohaninya sudah merosot tajam.


Kemerosotan peran kaum Lewi dan imam itu, justru menjadi sasaran kritik dari San Juan karena San Juan menuntut kesadaran kaum penjaga tradisi Yahudi ini. San Juan menyadarkan kaum Lewi dan imam bahwa Mesias sebetulnya sudah ada di tengah dunia dan diam diantara mereka, namun mereka sudah tidak mengenal sang Mesias itu.


Akhirnya dalam porsi yang sama sebagaimana pernyataan San Juan untuk kita: di manakah posisi kita kini yang mengakui diri sebagai orang Katolik zaman ini? Yang menyebut penjaga tradisi Katolik dan mewariskan iman Katolik ini, apakah kita masih hidup sebagai orang Lewi dan dan para imam? Ataukah kita sekarang adalah seperti orang Yahudi di Israel yang menyuruh orang-orang untuk bertanya di manakah Mesias? 


Jika hal itu masih terjadi maka tidak ubahnya seperti mencari mesias-mesias imitasi karena ibaratnya kita adalah orang-orang Yahudi di Isreal yang menyuruh orang-orang pintar atau dukun untuk menunjukan kebenaran. Jika ini yang terjadi maka, maka kita harus menerima kritikan San Juan bahwa kita sebetulnya mencari-cari mesias di luar sana, namun sebenarnya mesias, Anak Allah, yang adalah Tuan Meninu sebenarnya ada di sini, di tengah kita saat ini. 


Semoga di masa Natal ini, dan di hari-hari doa ini, iman  kita akan kehadiran Sang Juru Selamat dibangkitkan. Leluhur kita sudah mewariskan iman melalui tradisi devosional yang makin menghadirkan sang Mesias untuk semakin dekat dengan kita. Semoga.


Catatan: 

Renungan ini dibawakan dalam ibadat Masa Natal di Kapela Tuan Meninu, 2 Januari 2017. Sebuah Tradisi Kapela dalam masa-masa Natal didaraskan doa-doa sejak tanggal 24 Desember s/d tanggal 6 Januari, Pada penutupan hari-hari doa akan dirayakan dengan korban Misa. Umat penjaga tradisi Kapela mengatakan, inilah hari-hari milik Tuan Meninu. Kapela dibukakan pada masa doa dan umat dipersilakan untuk mencium Tuan Meninu.