Selamat Datang Di Blog KRISANTUS M. KWEN

Kamis, 24 September 2015

WANITA DALAM KITAB SUCI


                        “MEMBUKA SELUBUNG YANG MEMBATASI PERAN WANITA”


HIDUP harus direfleksikan, jika tidak, sesuatu yang istimewa sekalipun ketika tidak diperhatikan akan tinggal menjadi kenangan yang biasa-biasa saja. Kitab sucilah yang menunjukkan kepada manusia, bagaimana cerita-cerita suci tentang manusia-manusia beriman dalam membangun relasi yang harmonis dengan Tuhan, sesamanya dan lingkungannya. Melalui kitab suci orang kristiani mengetahui pergumulan manusia beriman untuk mencapai kedewasaan iman. Di dalamnya orang belajar tentang jatuh-bangun, menderita-gembira, susah-senang, dan hidup-mati pengalaman manusia beriman dalam menjalani hidup mereka.
Di bulan kitab suci ini, baiklah diperlihatkan sejenak pergumulan tokoh-tokoh wanita dalam kitab suci, ketika mereka bergumul dengan hidupnya. Ini sejalan dengan tema Bulan Kitab Suci Nasional, BKSN 2015, “Keluarga yang Melayani Seturut Sabda Allah”. Peran wanita sebagai motivator keluarga perlu digali dalam perspektif biblis. Dari merekalah orang kristiani belajar, seperti apa idealnya wanita beriman. Saya tidak membedah tema ini secara komparatif melalui penelitian yang adekuat sistimatik, namun secara sederhana melihat dalam literature Kitab Suci.

Peran ibu dalam kehidupan 
Hemat saya, sebelum merefleksikan peran wanita, pertama-tama kita renungkan secara sederhana peran ibu dalam pengalaman hidup, kemudian melihat peran ibu sebagaimana wanita-wanita dalam pengalaman para tokoh kitab suci sebagai model ideal. Peran ibu sangat besar artinya. Di tangan ibulah lahir putra-putri bangsa, dikatakan bahwa "membangun ibu adalah membangun bangsa, tetapi membangun bapak adalah membangun dirinya sendiri". Mereka disebut sebagai  “tiang rumah tangga”.  Anggapan  masyarakat bahwa rumah tangga yang sakinah yaitu keluarga yang sehat dan bahagia, karena wanita yang mengatur, membuat rumah tangga menjadi surga bagi anggota keluarga. Oleh karena itu ibu menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi bagi suaminya, dan anak-anak mereka. Untuk mencapai ketentraman dan kebahagian dalam keluarga dibutuhkan isteri yang shaleh, yang dapat menjaga suami dan anak-anaknya, serta dapat mengatur keadaan rumah sehingga rumah menjadi tempat yang rapih, menyenangkan, memikat hati seluruh anggota keluarga
Mencari model wanita dalam kitab suci menghadapkan kita pada problem. Hambatan dalam memahami model ibu dalam kitab suci, yakni adanya salah persepsi, kita cenderung beranggapan kita tahu tentang kisah-kisah itu, maka dianggap bukan sesuatu yang lebih. Kita menutup diri untuk menemukan sesuatu yang baru dan relavan menyangkut kehidupan dan rupa-rupa cerita yang dapat menantang kita dalam penghayatan iman. Pengenalan itu membuat kita melangkah kepada identifikasi yang lebih besar dengan tokoh-tokoh, sehingga  membuat relasi yang lebih mendalam dengan Allah. Adapun rupa-rupa kesetiaan dalam pengalaman peran wanita seturut kitab suci yakni : Pertama, mereka melupakan penderitaan setelah melahirkan anak ( Yoh 16:21). Dalam Perjanjian Baru secara harafia, injil Yohanes menggambarkan model ideal wanita biblis yakni “Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.”
Kedua, keberanian mereka dalam bersaksi tentang iman di tengah diskriminasi  dan penindasan. Kesaksian para wanita kitab suci meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di dalam kesadaran kristiani. Ketiga, menyambut pesan mereka di dalam hati. Dengan demikian persepsi dan pemahaman kita tentang keselamatan diperluas, ketika Ia menyibakkan peluang-peluang bagi pezirahan rohani kita sendiri, untuk relasi kita satu sama lain, sebagai manusia laki-laki dan perempuan di dunia ini. Keempat, kita belajar untuk mentautkan kitab suci secara lebih kuat dengan kehidupan kita, menemukan model-model kaum wanita dalam Injil  dalam keaslian dan kegiatan mereka, menangkap kebertautan Yesus dengan mereka dan untuk melihat kitab suci sebagai jalan untuk pembebasan dan  penebusan dan tidak menyalahgunakannya untuk membawa kaum wanita untuk membungkamnya di dalam kehidupan menggereja, apalagi bermasyarakat.

Peran wanita dalam Kitab Suci
Menemukan kembali para wanita Alkitabia, sama dengan kita menemukan kembali kepercayaan diri kita sendiri, kesetiaan, kelanggengan teologi,  serta pemahaman akan diri kita sendiri sebagai mitra Allah dan murid Tuhan Yesus. Yesus sendiri telah menyingkapkan kepada kita cara Ia berelasi dengan kaum wanita. Ia melintasi batas-batas yang diterapkakan oleh masyarakat pada waktu itu. Walaupun ia seorang Yahudi yang baik. Membiarkan para wanita mengikuti Dia di luar rumah.Menemukan kembali kisah-kisah mereka dalam relasi pembebasan yang Yesus jalin bersama mereka. Sebagai perempuan dan laki-laki. semoga kita belajar dari mereka: Maria sebagai model wanita yang berkumpul bersama para Rasul di ruang atas setelah Yesus bangkit dan naik ke Surga. Kehadiran profetis Elisabet (Luk 1:39-45), Elisabet sebagai istri dari Zakharia. Dalam Kisah Elisabet kita mendapatkan gambaran kesabaran dari seorang Elisabet sebagai ibu kaum beriman. Keterlibatan dia dalam misteri Kristus akhirnya menghantar dia untuk memperoleh rahmat, boleh menjadi ibu sejati sebagaimana yang dijanjikan Tuhan. Dahaga bathin yang rindu makna serta martabat dari perempuan Samaria (Yoh 4 :5-20). Perempuan Samaria ini menemukan air kehidupan yang memuaskan dahaga bathinnya. Ada juga kasih serta semangat kerasulan Maria Magdalena, keramahan serta pemuridan Martha dan Maria, ketegaran dan kegigihan perempuan siro- Fenezia, pencarian bisu dari perempuan yang dituduh bersinah, iman yang tahan uji serta memberdayakan dari perempuan-perempuan yang disembuhkan Yesus, dan kesaksian penuh iman serta tanpa gembar-gembor dari Maria istri Kleopas dan banyak wanita lain tinggal dibelakang layar.

Sadar Gender: Melihat dengan hati yang baru
Semua ini memberi kita mata yang baru untuk melihat dan hati yang baru untuk merasakan apa yang dialami oleh kaum wanita dewasa ini. Mendayagunakan kitab suci secara kreatif dan imajinatif guna menangkap amanatNya dan menimbah darinya rupa-rupa konsekuensi untuk menghayati iman kita. Mata kita hendaknya terbuka sebagaimana wanita-wanita dalam kitab suci. Dan hati kita dapat merasakan pegumulan wanita jaman ini untuk membuka diri terhadap pelayanan yang sedang  dan akan mereka hadapi. Sebagaimana kaum wanita dalam kitab suci, demikianpun kaum laki-laki dapat mengambil peran bahkan menjadi lebi peka menyadari kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Karena dengan peran yang sama, walau dalam porsi yang berbeda, semua orang siap memberi kesaksian imannya dalam kehidupan nyata.
Melihat dengan hati yang baru, mempersilakan laki-laki untuk sadar gender. Antara laki-laki dan wanita mempunyai peran yang saling bertautan. Artinya tidak ada lagi perbedaan gender, apalagi perbedaan peran. Sejauh peran itu bisa saling melengkapi. Laki-laki bisa kuat dan perkasa demikianpun perempuan bisa kuat nan perkasa. Jika peran dibagi dengan adil, maka sebetulnya tidak ada perbedaan gender. Yang membedakannya hanyalah kodrat laki-laki dan perempuan. Karena peran bisa dipertukarkan tetapi kodrat tidak bisa dipertukarkannya. Mereka dilahirkan dengan membawa kodrat laki-laki demikian wanita membawa kodrat wanita dengan ciri dan tugas yang khas melekat di dalam dirinya sebagai laki-laki dan wanita. Kesalahan terbesar masyarakat adalah mengkonstruksi konsep tentang peran laki-laki dan perempuan, seolah-olah peran itu kodrat!  Kitab suci telah menunjukkan dengan adekuat peran wanita disamping laki-laki. Apalagi Yesus telah membuka selubung yang membutakan mata manusia. Dia menarik wanita dari “lumpur” konstruksi masyarakat yang salah. Yesus menempatkan wanita sehakekat laki-laki. Demikianpun para Rasul melanjutkan pesan Yesus, wanita dilibatkan dalam pelayanan Sabda Tuhan.
Semoga bulan kitab suci nasional tahun ini mengajak kita untuk makin merenungkan peran para tokoh dalam kitab suci, yakni mereka yang menghayati imannya kepada Yesus. Dengan demikian hati kita makin tergugah untuk terus mencari Yesus dan menemukannya di dalam diri sesama terutama di dalam keluarga kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar