Selamat Datang Di Blog KRISANTUS M. KWEN

Senin, 02 Januari 2017

SEMBAHYANG DI KAPELA TUAN MENINU

MESIAS ADA DI TENGAH-TENGAH KITA

Renungan menurut Yohanes 1:19-28


Tidak banyak cerita yang diungkapkan atau ditemukan dalam teks-teks Kitab Suci Perjanjian Baru (PB) tentang kehidupan Yesus sejak masa kecil sampai dengan Yesus pada usia dewasa menjelang dibabtis oleh Yohanes di sungai Yordan. Ketidakhadiran kisah Yesus dari literatur atau kisah-kisah itu, bukan berarti Gereja Katolik itu kurang Gagasan, atau kurang pengalaman dalam penghayatan iman. 


Gereja Katolik mempunyai banyak kekayaan tradisi dalam mengungkapkan penghayatan imannya karena dari waktu ke waktu terus menghidupkan dan mewariskan tradisi-tradisi iman. Kita bangga karena Gereja Katolik tidak hanya menjadikan Kitab Suci sebagai satu-satunya ajaran dan warisan iman melainkan juga merestui umatnya untuk mempertahankan dan mengembangkan imannya melalui warisan tradisi suci. Di samping itu Gereja menghidupkan dan memelihara devosi-devosi tertentu untuk menggairahkan iman dan kasih kepada Allah. Baik devosi kepada Tritunggal Maha Kudus, devosi kepada Bunda Maria, devosi kepada para Kudus dan tentu berbagai ragam devosi kepada Tuhan Yesus. Salah satu yang kita pertahankan dari warisan para leluhur kita di Nagi ini adalah  memelihara ornament suci dan menghidupkan dalam kekuatan iman akan kehadiran Tuan Meninu di tanah Nagi dalam Tori ini. Inilah rahmat Tuhan yang kita terima di hari-hari doa kita.


Bunda Gereja tetap mengingatkan kita melalui ajarannya tentang Wahyu Allah. Bahwa melalui Kitab Suci dan Tradisi suci ini, kita patut menghidupkan warisan pengalaman iman karena keduanya adalah perbendaharaan keramat Sabda Allah yang dipercayakan kepada Gereja. Devosi kita adalah bagian dari warisan tradisi suci yang terus menerus berusaha untuk mewujudkan sabda Allah dalam hidup kita. Dengan demikian iman yang akan kita wariskan ini, menurut ajaran Gereja Katolik, dalam Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, akan tetap lestari dengan memperhatikan tiga hal. Pertama, kita berpegang teguh pada ajaran Gereja dengan memelihara kesatuan dengan para Gembala. Kedua, kita diharapkan bertekun dalam ajaran para Rasul dan persekutuan iman, dan ketiga, tetap bertekun dalam pemecahan roti khususnya perayaan puncak liturgi dalam Ekaristi dan doa-doa (DV 10). 


Ada dua pertanyaan inti dari warisan kekayaan iman kita adalah: apakah kita berhenti hanya pada rasa bangga di dada karena leluhur telah pewariskan tradisi suci dari devosional ini kepada kita atau kita masih menanti keajabaiban lain? Apakah kita baru benar-benar percaya dan bertobat untuk mengikuti kehendak Allah kalau Tuhan membuat tanda-tanda ajaib di depan mata kita? Karena masih menunggu ramalan-ramala para pendoa yang terkenal?


Menurut Injil (Yoh 1:19-28), ada dua tokoh yang diceritakan yakni Yohanes Pembabtis dan Kaum Lewi atau imam. Pertama, kita melihat peran Yohanes atau kita kenal dengan nama San Juan. Yohanes adalah orang yang tidak pernah berdusta karena mengatakan dua hal tentang dirinya. Pertama, San Juan mengakui dia bukan Mesias dan juga bukan Elia juga bukan nabi. Kedua, Yohanes akhirnya mengakui dengan jujur pula bahwa ia adalah suara orang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! Seperti yang dikatakan oleh nabi Yesaya. Tokoh yang kedua adalah beberapa imam dan kaum Lewi.


Menarik untuk dipertanyakan tentang ketokohan mereka adalah, mengapa hanya untuk mencari tahu tentang Mesias, orang-orang dari Yerusalem harus mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi. Karena sebetulnya tanpa bertanya pun orang-orang Lewi bisa membedakan mana yang disebut Mesias, mana yang disebut nabi atau Elia. Apakah mereka tidak mengerti tanda-tanda lahiria hadirnya seorang Mesias? Padahal orang Israel tahu, siapa itu para imam dan siapa sebetulnya orang-orang Lewi. Dalam tradisi keagamaan Yahudi di dalam Kitab Keluaran, kaum Lewi adalah mereka yang ditentukan untuk melayani Tuhan sebagai imam di Bait Allah sejak zaman Musa. 


Mereka dipercaya Musa untuk menjadi perantara antara manusia dan Allah. Karena tugas mereka ini membuat kehidupan spiritualitas atau kehidupan rohani umat menjadi sangat baik dan bertumbuh dalam imannya. Namun justru sekarang keadaan menjadi terbalik karena kaum Lewi dan imam ini yang tadinya bertugas menjaga mesbah dan rumah Tuhan ini wibawanya turun drastis karena tidak lagi menjadi perantara antara orang Israel dan Allah.


Dalam Yoh 1:19-28, orang-orang Yahudi di Israel menjadikan kaum Lewi dan imam hanya sebagai utusan atau bahasa kasarnya menjadi pesuru saja. Wajar dikatakan demikian karena mereka sudah kehilangan wibawa. Kemampuan mereka dalam menjaga tradisi sudah kabur karena tugas mereka menjadi perantara antara Allah manusia sudah tidak pada tempatnya. Kewibawaan mereka sudah merosot! Karena hanya formalitas belaka atau pelengkap saja karena daya rohaninya sudah merosot tajam.


Kemerosotan peran kaum Lewi dan imam itu, justru menjadi sasaran kritik dari San Juan karena San Juan menuntut kesadaran kaum penjaga tradisi Yahudi ini. San Juan menyadarkan kaum Lewi dan imam bahwa Mesias sebetulnya sudah ada di tengah dunia dan diam diantara mereka, namun mereka sudah tidak mengenal sang Mesias itu.


Akhirnya dalam porsi yang sama sebagaimana pernyataan San Juan untuk kita: di manakah posisi kita kini yang mengakui diri sebagai orang Katolik zaman ini? Yang menyebut penjaga tradisi Katolik dan mewariskan iman Katolik ini, apakah kita masih hidup sebagai orang Lewi dan dan para imam? Ataukah kita sekarang adalah seperti orang Yahudi di Israel yang menyuruh orang-orang untuk bertanya di manakah Mesias? 


Jika hal itu masih terjadi maka tidak ubahnya seperti mencari mesias-mesias imitasi karena ibaratnya kita adalah orang-orang Yahudi di Isreal yang menyuruh orang-orang pintar atau dukun untuk menunjukan kebenaran. Jika ini yang terjadi maka, maka kita harus menerima kritikan San Juan bahwa kita sebetulnya mencari-cari mesias di luar sana, namun sebenarnya mesias, Anak Allah, yang adalah Tuan Meninu sebenarnya ada di sini, di tengah kita saat ini. 


Semoga di masa Natal ini, dan di hari-hari doa ini, iman  kita akan kehadiran Sang Juru Selamat dibangkitkan. Leluhur kita sudah mewariskan iman melalui tradisi devosional yang makin menghadirkan sang Mesias untuk semakin dekat dengan kita. Semoga.


Catatan: 

Renungan ini dibawakan dalam ibadat Masa Natal di Kapela Tuan Meninu, 2 Januari 2017. Sebuah Tradisi Kapela dalam masa-masa Natal didaraskan doa-doa sejak tanggal 24 Desember s/d tanggal 6 Januari, Pada penutupan hari-hari doa akan dirayakan dengan korban Misa. Umat penjaga tradisi Kapela mengatakan, inilah hari-hari milik Tuan Meninu. Kapela dibukakan pada masa doa dan umat dipersilakan untuk mencium Tuan Meninu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar