MEMAHAMI OTONOMI
DAERAH DALAM BINGKAI PANCASILA
Krisantus M.
Kwen[1]
1.
PENGANTAR
Josep
Riwu Kaho dalam bukunya, Prospek Otomi Daerah di Negara Republik Indonesia
menyebutkan ada 4 faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah, yakni[2]
Faktor Manusia Pelaksana, Faktor Keuangan Daerah, Faktor Peralatan, dan faktor
Organisasi dan manajemen. Dalam rangka menyukseskan faktor manusianya
disebutkan ada 4 faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan dalam diri
manusia pelaksana, yakni faktor kepala daearah, DPRD, Aparatur pemerintah, dan
partisipasi masyarakat. Sedangkan masyarakat mengambil bagian di dalam
pembangunan sebagai kesatuan sistem maupun kesatuan individu.
Jika
kita memahami hari lahir Pancasila sebagai momentum hidup berbangsa, maka hemat
saya kita menyoroti makna Pancasila yang hendak menjadi landasan pijak dalam
rangka membangun Indonesia yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Dan
otonomi daerahlah yang menjadi wadah untuk mengeksekusi Indonesia yang
sebenar-benarnya. Sejauhmana otonomi di Flores Timur menjawab tuntutan dari
implementasi dari penerapan Pancasila yang kita banggakan hingga hari ini?
Karena muara dari pembangunan bangsa dan Negara kita: 1) melindungi segenap
bangsa dan tumpah darah Indonesia; 2) memajukan kesejahteraan umum; 3) mencerdaskan
kehidupan bangsa; 4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan social.
2.
PANCASIL MENJADI LANDASAN BERPIKIR
BANGSA
Wakil
Presiden kita, Muhamad Hata sebagai ahli ekonomi mengatakan dalam bukunya, “Ekonomi terpimpin”
(1978), bahwa Negara Republik Indonesia belum lagi berdasarkan Pancasila,
apabipa pemerintah dan masyarakat belum sanggup menaati UUD 1945, terutama
belum melaksanakan pasal 27 ayat 2, pasal 31, pasal 33, dan pasal 34, dan
camkanlah bahwa, “Pancasila itu adalah Kontrak Rakyat Indonesia seluruhnya untuk
menjaga persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa”. Oleh karena landasan
berpikir ini, maka ekonomi Indoensia mempunyai sistim dan landasan filosofis
Pancasila. Ekonomi Indonesia mempunyai sistem dan moral sendiri. Ekonomi
Indonesia bukan sekedar ekonomi rasional karena urutan Pancasila, mencerminkan
dasar ekonomi yang semestinya dirujuk oleh setiap pengambil keputusan.
Mubyarto
(2004) membuat urutan numerik sila Pancasila dan perekonomian Indonesia.[3]
Pertama,
Ketuhanan yang Maha Esa, Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi.
Kedua,
kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, kehendak kuat dari sluruh rakyat untuk
mewujudkan pemerataan social (egalitarian), sesuai asas-asas kemanusiaan
Tiga,
Persatuan Indoensia, Prioritas kebijakan ekonomi adalah menciptakan
perekonomian nasional yang tangguh, nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan
politik
Empat,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, Koperasi merupakan Sokoguru perekonomian dan
merupakan bentuk paling konkrit (nyata) usaha bersama
Lima,
Keadilan social bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adanya imbangan yang jelas dan
tegas antara perencanaan di tingkat Nasional dengan desentralisasi dalam
pelaksanaan kebijakan ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan
social (Mubyarto, 1991). Basis Ekonomi pancasila merupakan landasan berpikir
bahwa ekonomi yang mengejewantah pada kemajuan dan kesejahteraan umum, bukan
pada kesejahteraan individu.
3.
OTONOMI DAERAH SEBAGAI JAWABAN POLITIK
KESEJAHTERAAN UNTUK MEMBANGUN MASYARAKAT PANCASILA
UU
No 23 Tahun 2014 (Revisi UU No 32 Tahun 2004) dan UU No.33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintahahn pusat dan pemerintahan Daerah. Alasan
yang mendekati pencapaian otonomi daerah (The Liang Gie) meliputi 5 hal. 1)
dari sudut politik dilihat sebagai permainan kekuasaan. Desntralisasi untuk
mencegah penumpukkan kekuasaan yang dapat menimbulkan tirani. 2) Dalam bidang
politik penyelenggaraan, desentralisasi dapat dianggap sebagai tindakan
pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan. Karena
melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi. 3) Dari sudut teknik
organisasi pemerintahan, desentralisasi untuk mencapai suatu pemerintahan yang
efisien. 4) Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian
dapat sepenuhnya ditumpahkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi,
keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan, atau latar belakang
sejarah.5) dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi
diperlukan karena pemerintahan daerah dapat lebih banyak dan secara langsung
membantu pembangunan tersebut.
4.
BAGAIMANA KITA MEMBANGUN EKONOMI
PANCASILA DI FLORES TIMUR
Saya
kira kita harus sepakat bahwa membangun Indonesia harus dimulai dengan
membangun Flores Timur. Menegakkan kedaulatan bangsa harus dimulai dari
kabupaten kita. Sehingga cita-cita untuk mendirikan ini Negara dan bangsa
Indonesia harus dicicipi oleh rakyat Flores Timur. Pertanyaan kita adalah sudahkah
rakyat kita merasakan dampak dari otonomi daerah yang berketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan Yang Adil dan beradab, persatuan Indoensia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijakasanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
PENUTUP
Merenungkan
Pancasila adalah cara kita untuk mencintai ini bangsa. Merenungkan bangsa ini
sama dengan melihat kembali cita-cita pendiri bangsa yang telah meletakkan
dasar yang kuat berdasarkan sejarah dan filosofi kebangsaan. Kita dipanggil
untuk mengambil bagian menurut kekuatan dan peluang yang ada sehingga kita
dapat mengeliminir kelemahan dan ancaman yang merongrong kewibawaan dasar
Negara Pancasila. Dengan memaknai Pancasila dalam konteks lokal berarti kita menjaga dan merawat Pancasila dalam semangat Otonomi Daerah Flores Timur. Karena Pancasila adalah rumah kita yang senantiasa harus kita
jaga dan rawat bersama. Semoga.
[1] Dosen
STP Reinha Larantuka, disampaikan dalam rangka renungan hari Pancasila di taman
kota Larantuka, 1 Juni 2019 yang diselenggarakan oleh Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) Flotim.
[2]
Drs. Josef Riwu Kaho, MPA, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indoensia
(1988). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[3]
Lembaga Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (2017).
Volume: 006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar