(PMKRI
sebagai Organisasi Kepemudaan: Tantangan serentak peluang)
disampaikan pada MPAB PMKRI FLOTIM, 2 September 2017
(Krisantus
M. Kwen)
1. PENDAHULUAN
PMKRI
sebagai ormas kepemudaan lahir pada masanya untuk mengambil bagian dalam perjuangan
bangsa. Organisasi PMKRI turut membentuk wajah kepribadian kaum muda, khususnya
yang berada di bangku kuliah. Sejak didirikan pada tahun 1947 di Jogjakarta,
PMKRI bersama-sama ormas kemahasiswaan lainnya berkipra di kanca pergaulan nasional.
PMKRI tercatat dengan tinta emas ikut mengantar peralihan orde Lama menuju Orde
Baru.
Elit-elit Negara ketika itu memperhitungkan
PMKRI, HMI, GMNI, KAMI, dan KAPPI sebagai ujung tombak pendukung nasionalisme
kontra komunisme. Bahu membahu gerakan mahasiswa “angkatan 66” bersama ABRI,
ketika itu terlibat menyelamatkan bangsa dari bahasa laten PKI. Tritura sebagai
maskot perjuangan para Mahasiswa kala itu berhasil membubarkan PKI, merombak kabinet
dan menunkan harga barang. Pasca perjuangan tersebut, PMKRI bersama elit Mahasiswa
lainnya di seluruh pelosok tanah Indonesia memperlihatkan sikap kritis terhadap
proses-proses pembangunan yang tidak mencerminkan kedaulatan dan kesejahteraan
rakyat dan Negara.
Rumah
perjuangan mahasiswa adalah kampus. Di kampuslah ruang-ruang kreatif-kritis
disusun sebagai landasan bergerak. Basis intelektual dan kerangka berpikir sistimatis
adalah modal membuat analisis sosial politik. Dari sanalah lahir konsep-konsep dan
persepsi perjuangan tersebut. Pertanyaan kritis kita adalah apakah dinamika
sosial politik kini menjadi basis-basis refleksi mahasiswa? Ataukah Mahasiswa Katolik
kini telah mengambil jarak dengan dinamika politik, yang melahirkan kebijakan
yang tidak pro rakyat? Atau sebaliknya adakah kran-kran kreatif itu telah
ditutup demi kenyamanan prosesi akademik?
Refleksi
kita adalah PMKRI sebagai Organisasi Kepemudaan: Tantangan serentak peluang. Panitia
telah menyodorkan saya tema: Gerak PMKRI di Kampus dan Masyarakat. Hemat saya,
pilihan ini sangat strategis karena justru dalam MPAB di Larantuka tahun 2017
ini peserta mau ditempatkan di titian antara kampus dan masyarakat.
Pada momentum
ini, peserta MPAB hendak merefleksikan dirinya untuk berani keluar dari
kemapanan seraya belajat dari momentum awal gerak perjuangan Mahasiswa Indonesia,
yakni dekat dengan denyut nadi pergumulan masyarakat dan dekat dengan proses
pembuatan kebijakan tanpa merugikan masyarakat. Atau setidaknya Mahasiswa kita
ikut bergembira dan memiliki harapan serta turut berduka dan cemas bersama
orang-orang zaman sekarang.[1]
2. PMKRI
ADALAH GEREJA ZAMAN SEKARANG
Tidak
berlebihan kalau saya katakan PMKRI adalah sebuah komunitas hidup menggereja
secara baru. Cita-cita hidup Gereja Katolik adalah membentuk sebuah paguyuban,
di mana di sana para pengikut Yesus saling berdoa, mengucap syukur, saling
membagi kehidupan dan tolong menolong serta membuka diri untuk berbagi
kehidupan bersama mereka yang menderita ketidakadilan. Menurut Calleb Rosado
(1988)[2],
tantangan Gereja masa depan adalah memahami corak dan tantangan bagi misi
Gereja.
Gereja menurutnya akan ditinggalkan manusia masa depan jika Gereja
tidak lagi mengikuti corak perubahan manusia zamannya. Jika kita keliru
memahami zaman, maka kita akan keliru memahami misi Gereja. Karena misi Gereja
adalah mengkomunikasikan injil secara efektif kepada masyarakat. Jika misi
menjadi efektif maka dibutuhkan dua macam usaha belajar yakni, pertama:
pemahaman yang sungguh-sunggu tentang Injil. Dan kedua, pemahaman yang jelas
tentang orang-orang yang menjadi sasaran pewartaan injil, yaitu masyarakat. Untuk
mendekati irama dan gerakan dua model itu dibutuhkan tiga sikap hidup.
Tahap-tahap perubahan zaman menurut
Calleb
Masyarakat Agraris --------- Industri -------Informasi
Bentuk : Suku Kota IPTEK
Pandangan :
Keluarga bangsa Dunia
Hidup
Orientasi : Lampau sekarang masa depan
Fokus :
keselarasan keragaman kemacamragaman
Kelompok
Kepemimpinan : karismatis
status hukum/rasional
Pilihan
: satu beberapa berlipat
Gaya
hidup : upacara pembaharuan perombakan
Pandangan
: Mitis ontologis Fungsional
Tentang
Allah
Sikap
pertama, membuka diri terhadap kebenaran Injil. Manusia Kristen adalah yang
memiliki kedekatan yang orisinil terhadap Sabda Tuhan. Membuka diri terhadap
Firman mengandaikan dia harus berani belajar pada Yesus sebagai Tuhan dan gurunya.
Keakraban rohani ini hendak diciptakan dalam organisasi ini. membiarkan diri
dibimbing oleh Roh akan melahirkan sikap peduli otentik tanpa motif lain selain
berjuang dan bergerak untuk misi Gereja (ecclesia).
Sikap
kedua, berani keluar dari sona aman refleksi diri dan mendekati manusia zaman
sekarang sebagai subjek dan objek misi (patria). Pendekatan yang dibutuhkan
pada fase ini adalah kemampuan untuk memiliki sikap empati, kemampuan untuk
merasakan apa yang dirasakan oleh sesama.
Untuk
maksud tersebut menurut Dr. Nobert Betan (2008) manusia Kristen hendaknya
memiliki 4 ciri khas yang mendalam dan otentik,. Ciri pertama adalah animaif, yakni seorang pelayan kebenaran harus mampu
membawa kesadaran kepada orang yang dilayani tentang adanya ketidak adilan dan
ketidakdamaian yang sedang terjadi zaman ini. mereka harus sanggup merangkul
banyak orang untuk berpartisipasi dalam pelayanan. Orang yang diajak harus
tergerak hatinya.
Ciri kedua,
pastoral, menggembalakan korban ketidakadilan yang beragama Katolik. Kegiatan ini
terjalin karena didorong oleh semangat Sang gembala Yesus. Dia tergerak melihat
ketidakadilan dan ketidakdamaian dan berani untuk menyerahkan dirinya. Menggembalakan
berarti melindungi, menjaga, merawat, dan mempersatukan mereka agar agar
imannya diteguhkan. Ciri
ketiga
adalah misioner. Ciri ini menempatkan pejuang keadilan untuk mewartakan
nilai-nilai keadilan dan perdamaian kepada saudara-saudara non Katolik, tanpa
memandang suku, rasa tau golongan. Maksud kegiatan ini adalah memulihkan dan
mengangkat martabat mereka yang direndahkan, menciptakan jalinan rellasi yang
benar dengan Tuhan, sesama, diri, dan alam ciptaan, meningkatkan menghargaan dari mereka yang disingkirkan karena miskin
dan tidak berdaya.
Ciri keempat
adalah profetik. Menempatkan pejuang keadian dalam ruang gerak menggereja baru
untuk bersikap-denuntiare dan annuntiare. Denuntiare berarti berani membongkar kejahatan dan melawan/protes
terhadap ketidakadilan yang sedang melanda, yang dilakukan mereka yang sedang
memiliki kekuatan dan kekuasaan. Untuk menunjang niat dan gerakan ini
dibutuhkan data yang akurat serta mempertimbangkan banyak hal termasuk dampak
perjuangan dengan meminimalisasi korban dari kaum kecil dan lemah.
Kemudian sikap
annuntiare. Sikap annuntiare merupakan keberanian untuk
mengungkapkan kebenaran di muka umum, baik lisan atau tertulis. Seorang pegiat
dan pejuang kemanusiaan yang otentik hendaknya berani mengenakan sifat kenabian ini. oleh karena itu seorang
harus berani mengungkapkan kebenaran tentang adanya ketidakadilan dan membongkar
kejahatan serta mengutuk ketidakdilan.
3.
PENUTUP
Akhirnya
seperti harapan Calleb Rosado, PMKRI hendak ditetapkan pada posisi mana? Mengambil
jarak pada corak dan perjuangan masyarakat berarti membiarkan Gereja dan kita
akan ditinggalkan oleh masyarakat. Karena masyarakat memilik orientasi
tersendiri. Oleh karena karena itu Gereja tidak hendak mengambil jaral dan
turut membangun menara gading, melainkan berpartisipasi membangun
titian-jembatan agar paguyuban kristiani kita (baca: PMKRI) dapat mendekati
masyarakat sehingga kita pantas bergembira dan berharap, duka dan cemas dengan
manusia zaman ini.
Menjadi
mahasiswa yang kristiani berarti berani menjadikan kampus sebagai basis
intelekktual. Menjadi PMKRI yang berbasis kristiani berarti membunca sikap
peduli yang menggerakkan seorang aktifis kepemudaan untuk melihat Kristus ada
dalam para korban ketidak adilan ketidakdamaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar