MESIAS
ADA DI TENGAH-TENGAH KITA
Renungan
menurut Yohanes 1:19-28
Tidak banyak cerita
yang diungkapkan atau ditemukan dalam teks-teks Kitab Suci Perjanjian Baru (PB)
tentang kehidupan Yesus sejak masa kecil sampai dengan Yesus pada usia dewasa
menjelang dibabtis oleh Yohanes di sungai Yordan. Ketidakhadiran kisah Yesus dari
literatur atau kisah-kisah itu, bukan berarti Gereja Katolik itu kurang
Gagasan, atau kurang pengalaman dalam penghayatan iman.
Gereja Katolik mempunyai banyak kekayaan tradisi dalam mengungkapkan penghayatan imannya karena dari waktu ke waktu terus
menghidupkan dan mewariskan tradisi-tradisi iman. Kita bangga karena Gereja Katolik tidak hanya menjadikan Kitab Suci sebagai satu-satunya ajaran
dan warisan iman melainkan juga merestui umatnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan imannya melalui warisan tradisi suci. Di samping itu Gereja menghidupkan
dan memelihara devosi-devosi tertentu untuk menggairahkan iman dan kasih kepada
Allah. Baik devosi kepada Tritunggal Maha Kudus, devosi kepada Bunda Maria,
devosi kepada para Kudus dan tentu berbagai ragam devosi kepada Tuhan Yesus.
Salah satu yang kita pertahankan dari warisan para leluhur kita di Nagi ini
adalah memelihara ornament suci dan
menghidupkan dalam kekuatan iman akan kehadiran Tuan Meninu di tanah Nagi dalam
Tori ini. Inilah rahmat Tuhan yang kita terima di hari-hari doa kita.
Bunda Gereja tetap
mengingatkan kita melalui ajarannya tentang Wahyu Allah. Bahwa melalui Kitab Suci
dan Tradisi suci ini, kita patut menghidupkan warisan pengalaman iman
karena keduanya adalah perbendaharaan keramat Sabda Allah yang dipercayakan
kepada Gereja. Devosi kita adalah bagian dari warisan tradisi suci yang terus
menerus berusaha untuk mewujudkan sabda Allah dalam hidup kita. Dengan demikian
iman yang akan kita wariskan ini, menurut ajaran Gereja Katolik, dalam Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi,
akan tetap lestari dengan memperhatikan tiga hal. Pertama, kita berpegang teguh pada ajaran Gereja dengan memelihara
kesatuan dengan para Gembala. Kedua,
kita diharapkan bertekun dalam ajaran para Rasul dan persekutuan iman, dan ketiga, tetap bertekun dalam pemecahan
roti khususnya perayaan puncak liturgi dalam Ekaristi dan doa-doa (DV 10).
Ada dua pertanyaan inti
dari warisan kekayaan iman kita adalah: apakah kita berhenti hanya pada rasa
bangga di dada karena leluhur telah pewariskan tradisi suci dari devosional ini
kepada kita atau kita masih menanti keajabaiban lain? Apakah kita baru
benar-benar percaya dan bertobat untuk mengikuti kehendak Allah kalau Tuhan
membuat tanda-tanda ajaib di depan mata kita? Karena masih menunggu
ramalan-ramala para pendoa yang terkenal?
Menurut Injil (Yoh
1:19-28), ada dua tokoh yang diceritakan yakni Yohanes Pembabtis
dan Kaum Lewi atau imam. Pertama,
kita melihat peran Yohanes atau kita kenal dengan nama San Juan. Yohanes adalah
orang yang tidak pernah berdusta karena mengatakan dua hal tentang dirinya. Pertama, San Juan mengakui dia bukan Mesias
dan juga bukan Elia juga bukan nabi. Kedua,
Yohanes akhirnya mengakui dengan jujur pula bahwa ia adalah suara orang berseru-seru
di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! Seperti yang dikatakan oleh nabi
Yesaya. Tokoh yang kedua adalah beberapa imam dan kaum Lewi.
Menarik untuk dipertanyakan
tentang ketokohan mereka adalah, mengapa hanya untuk mencari tahu tentang Mesias,
orang-orang dari Yerusalem harus mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi. Karena
sebetulnya tanpa bertanya pun orang-orang Lewi bisa membedakan mana yang
disebut Mesias, mana yang disebut nabi atau Elia. Apakah mereka tidak mengerti
tanda-tanda lahiria hadirnya seorang Mesias? Padahal orang Israel tahu, siapa
itu para imam dan siapa sebetulnya orang-orang Lewi. Dalam tradisi keagamaan
Yahudi di dalam Kitab Keluaran, kaum Lewi adalah mereka yang ditentukan untuk
melayani Tuhan sebagai imam di Bait Allah sejak zaman Musa.
Mereka dipercaya Musa
untuk menjadi perantara antara manusia dan Allah. Karena tugas mereka ini
membuat kehidupan spiritualitas atau kehidupan rohani umat menjadi sangat baik
dan bertumbuh dalam imannya. Namun justru sekarang keadaan menjadi terbalik
karena kaum Lewi dan imam ini yang tadinya bertugas menjaga mesbah dan rumah
Tuhan ini wibawanya turun drastis karena tidak lagi menjadi perantara antara
orang Israel dan Allah.
Dalam Yoh 1:19-28, orang-orang Yahudi di Israel menjadikan kaum Lewi dan imam
hanya sebagai utusan atau bahasa kasarnya menjadi pesuru saja. Wajar dikatakan
demikian karena mereka sudah kehilangan wibawa. Kemampuan mereka dalam menjaga
tradisi sudah kabur karena tugas mereka menjadi perantara antara Allah manusia
sudah tidak pada tempatnya. Kewibawaan mereka sudah merosot! Karena hanya
formalitas belaka atau pelengkap saja karena daya rohaninya sudah merosot
tajam.
Kemerosotan peran kaum
Lewi dan imam itu, justru menjadi sasaran kritik dari San Juan karena San
Juan menuntut kesadaran kaum penjaga tradisi Yahudi ini. San Juan menyadarkan
kaum Lewi dan imam bahwa Mesias sebetulnya sudah ada di tengah dunia dan diam
diantara mereka, namun mereka sudah tidak mengenal sang Mesias itu.
Akhirnya dalam porsi
yang sama sebagaimana pernyataan San Juan untuk kita: di manakah posisi kita
kini yang mengakui diri sebagai orang Katolik zaman ini? Yang menyebut penjaga
tradisi Katolik dan mewariskan iman Katolik ini, apakah kita masih hidup sebagai
orang Lewi dan dan para imam? Ataukah kita sekarang adalah seperti orang Yahudi
di Israel yang menyuruh orang-orang untuk bertanya di manakah Mesias?
Jika hal
itu masih terjadi maka tidak ubahnya seperti mencari mesias-mesias imitasi
karena ibaratnya kita adalah orang-orang Yahudi di Isreal yang menyuruh orang-orang
pintar atau dukun untuk menunjukan kebenaran. Jika ini yang terjadi maka, maka
kita harus menerima kritikan San Juan bahwa kita sebetulnya mencari-cari mesias
di luar sana, namun sebenarnya mesias, Anak Allah, yang adalah Tuan Meninu
sebenarnya ada di sini, di tengah kita saat ini.
Semoga di masa Natal ini, dan
di hari-hari doa ini, iman kita akan
kehadiran Sang Juru Selamat dibangkitkan. Leluhur kita sudah mewariskan iman
melalui tradisi devosional yang makin menghadirkan sang Mesias untuk semakin
dekat dengan kita. Semoga.
Catatan:
Renungan ini dibawakan dalam ibadat Masa Natal di Kapela Tuan Meninu, 2 Januari 2017. Sebuah Tradisi Kapela dalam masa-masa Natal didaraskan doa-doa sejak tanggal 24 Desember s/d tanggal 6 Januari, Pada penutupan hari-hari doa akan dirayakan dengan korban Misa. Umat penjaga tradisi Kapela mengatakan, inilah hari-hari milik Tuan Meninu. Kapela dibukakan pada masa doa dan umat dipersilakan untuk mencium Tuan Meninu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar