Memandang lukisan Br. Othmar Jessberger SVD
(Krisantus M. Kwen)
Pendahuluan
Kekuatan Gambar telah mempengaruhi manusia sedemikian
hebatnya di abad informasi dan teknologi sekarang. Televisi sebagai wakil dari
media peradaban pun tunduk pada kekuatan image
ini. Dengan adagium “A picture
is worth a thousand words”, televisi merancang strategi sosial media marketing
untuk bisnis[1]. Dengan
konteks demikian membawa konsekuensi pada karya pastoral agar pewartaan harus
memperhitungkan pendekatan media melalui gambar. Gambar bukan saja sanggup mendorong
hasrat manusia untuk memilih produk tertentu dari iklan, melainkan menampilkan relasi-relasi
tersembunyi dari pergumulan manusia.
Seow Choon Leong sebagai penafsir historis atas
gambar-gambar apokaliptik Daniel 7[2]
telah memberikan penafsiran dengan menghubungkan monster-monster dengan
kekuatan-kekuatan imperialistik yang ada pada jaman ketika Kitab Daniel ini
ditulis. Di sana diungkapkan relasi-relasi konteks sosial-Politik yang
melingkupinya. Keadaan demikian tetap kontekstual hingga sekarang bahwa
karya-karya monumental dapat membuka wawasan seseorang atau komunitas sekalipun
berupa gambar fantasi dalam mimpi Daniel ke dalam wujud lukisan oleh pelukis
Popok Tri Wahyudi[3]
Lukisan "DOA MAKAN" karya Bruder Othmar mengundang orang untuk merenung
Sebagai seorang anggota Serikat
Sabda Allah (SVD), Buder Othmar adalah pribadi Misionaris. Seorang Misionaris
sejati adalah sanggup menyelami kehidupan dan bahkan kematian (penderitaan)
sekalipun. Karunia Pelukis yang ada dalam dirinya dia abdikan bukan hanya
sebagai sebuah karya seni, dari ungkapan pergumulan bathinya terhadap kehidupan
sosial kemasyarakatan, melainkan karya untuk kemanusiaan. Ia yang berkarya di
berbagai tempat pelayanan serikat SVD telah menyaksikan dan merenungkan
kehidupan sesamanya. Bruder kelahiran Trennfeld, Jerman ini paham betul apa
artinya makan makanan yang disediakan diatas meja.
Beliau yang menerima
perutusan di perkebunan misi ini, paham betul apa artinya perbendaharaan
makanan. Bukan hanya karena beliau yang mengatur karya di perkebunan milik anggota
serikat Sabda Allah di tempat-tempat Misi, baik Pastoral Paroki, Pendidikan,
dan Karitatif lainnya, namun lebih dari itu Bruder Othmar Jessberger paham
betul relasi-relasi manusia yang memiliki ikatan spiritual[4]
dalam kehidupan disekitarnya. Sebagai sang Misionaris Bruder Paham betul
penderitaan sesamanya akibat dari perbuatan manusia yang tidak bertanggung
jawab. Hutan yang rusak, lingkungan yang tercemar, gagalnya panen, maupun
mentalitas pemalas, budaya santai dan litani kehidupan lainnya.
Sebagai seorang
religius yang berkarya di perkebunan, dia paham betul apa artinya menanam, menyiangi, merawat dan
memanen. singkatnya Bruder Othmar menghargai kehidupan petani. Lingkaran
kehidupan telah mengitarinya dan dia sanggup membahasakan dalam lukisan.
Memandang Lukisan DOA MAKAN, mengajak kita untuk merenung peran kita, perhatian
kita untuk bersolider.
Hakekat sosial sebagai Panggilan
Kristiani
Pokok Ajaran Sosial Katolik adalah hakekat sosial manusia
yang hidup dalam hubungan dengan sesama dan segala sesuatu yang diciptakan oleh
Allah. Ajaran Sosial Katolik menyatakan bahwa seluruh tradisi Katolik
memberikan kesaksian akan hakekat sosial manusia[5].
Dalam Ajaran sosial Katolik tersebut terdapat dimensi kehidupan yang harus kita sadari sebagai panggilan pelayanan untuk sesama (Bonum commune). Tradisi Katolik tersebut mengajak kita untuk memberi kesaksian akan hakekat sosial manusia. Kita semua adalah bersaudara justru karena kita adalah ciptaan Allah. Kesamaan dihadapan Allah ini tidak membuat manusia harus dipisahkan karena status sosial, warna kulit, berbeda bahasa, berbeda budaya, dan bahkan agama sekalipun.
Dimensi ikutan sebagai akibat dari Fungsi Ajaran Sosial Katolik tersebut adalah perkembangan Pribadi manusia. Tidak ada persaudaraan dan relasi sosial tanpa adanya kebaikan manusia. Perjumpaan, perhatian, bantuan dan aksi sosial lainnya menyebabkan kita menjadi bagian dari keluarga masyarakat. Melalui keluarga ini setiap pribadi mengembangkan cita-cita. Di sana ada pembinaan, dan tentunya ada harapan untuk membentuk masyarakat secara bertanggung jawab. Karena keluarga menerima, mendidik, menanggung kita, dan menerima kita apa adanya[6].
Dalam Ajaran sosial Katolik tersebut terdapat dimensi kehidupan yang harus kita sadari sebagai panggilan pelayanan untuk sesama (Bonum commune). Tradisi Katolik tersebut mengajak kita untuk memberi kesaksian akan hakekat sosial manusia. Kita semua adalah bersaudara justru karena kita adalah ciptaan Allah. Kesamaan dihadapan Allah ini tidak membuat manusia harus dipisahkan karena status sosial, warna kulit, berbeda bahasa, berbeda budaya, dan bahkan agama sekalipun.
Dimensi ikutan sebagai akibat dari Fungsi Ajaran Sosial Katolik tersebut adalah perkembangan Pribadi manusia. Tidak ada persaudaraan dan relasi sosial tanpa adanya kebaikan manusia. Perjumpaan, perhatian, bantuan dan aksi sosial lainnya menyebabkan kita menjadi bagian dari keluarga masyarakat. Melalui keluarga ini setiap pribadi mengembangkan cita-cita. Di sana ada pembinaan, dan tentunya ada harapan untuk membentuk masyarakat secara bertanggung jawab. Karena keluarga menerima, mendidik, menanggung kita, dan menerima kita apa adanya[6].
Misi Kita adalah Aksi nyata!
Lukisan DOA MAKAN memiliki sarat
makna. Disana ada anggota keluarga di meja makan dan mereka sedang berdoa.
Ketika Doa didaraskan, mereka diingatkan akan sama saudaranya yang sedang
kelaparan dan meminta-minta, mereka mengingat sesama manusia dibelahan wilayah
lainnya yang ditimpa bencana dan berada di tempat pengungsian. Ketika doa
dipanjatkan, mereka ingat akan jerih payah petani yang menghasilkan bulir padi
yang menjadi santapan mereka sekarang.
Jeritan penderitaan sesama adalahh
jeritan hati kita. Kita diajak untuk bersolider dengan mereka yang menderita.
Kita memang telah bersatu dalam doa. Namun itu tidak cukup. Kekuatan yang telah
menyatuhkan kita akan mendorong kita untuk keluar dari kemapanan hidup kita dan
beranjak untuk melayani sesama menurut profesi dan kemampuan kita. Karena
spiritualitas itu telah memampukan kita untuk sanggup bekerja dan berkarya bagi
diri, sesama, dan alam semesta yang Allah percayakan kepada kita.
Dalam lukisan itu, Bruder Othmar Jessberger telah melecuti kita dengan tidak bermasa bodoh. Naluri kita dibangkitkan ketika kita cuek akan sesama. Meminjam istilah Pater John Mansford Prior, ketika kita goyah dan goyang[7] kita menggumuli kenyataan sosial kita dengan bantuan sebuah media berupa gambar. Gambar akan menceritakan kehidupan kita. Kita membutuhkan media untuk mengingatkan kembali memori-memori hidup yang mungkin bisa jadi karena kesibukan dan masa bodoh membuat kita buta akan kenyataan social kita.
Dalam lukisan itu, Bruder Othmar Jessberger telah melecuti kita dengan tidak bermasa bodoh. Naluri kita dibangkitkan ketika kita cuek akan sesama. Meminjam istilah Pater John Mansford Prior, ketika kita goyah dan goyang[7] kita menggumuli kenyataan sosial kita dengan bantuan sebuah media berupa gambar. Gambar akan menceritakan kehidupan kita. Kita membutuhkan media untuk mengingatkan kembali memori-memori hidup yang mungkin bisa jadi karena kesibukan dan masa bodoh membuat kita buta akan kenyataan social kita.
Penutup: Kesimpulan
Litani Peristiwa kehidupan dalam gambar DOA MAKAN karya Bruder Othmar Jessberger, SVD memberikan kita pesan yang penuh makna :
Litani Peristiwa kehidupan dalam gambar DOA MAKAN karya Bruder Othmar Jessberger, SVD memberikan kita pesan yang penuh makna :
1. Kita
membutuhkan gambar dan membutuhkan fantasi serta imajinasi dalam membangkitakan
pengalaman bersolider. Kita terlalu lama untuk masa bodoh terhadap realitas
social yang membutuhkan perhatian dan aksi kita[8]
2. Fantasi
akan gambar peristiwa kehidupan dalam Lukisan DOA MAKAN akan membangkitkan
ingatan harapan dan cinta kasih terhadap sesama
3. Pengalaman
bersolider mengingatkan manusia akan sisi lemah manusia. Tuhan mengingatkan
kita untuk saling melengkapi dan tolong menolong
4. Masing-masing
fantasi dalam Lukisan DOA MAKAN memiliki karakter dan kekhasan manusia.
Mendalami cerita dan peristiwa membuat kita sadar akan kekuatan dan kelemahan
kita sendiri agar kita pasrah dan berharap akan campur tangan Allah.
5. Solider
akan penderitaan dan solider akan jasa orang lain membuat kita menghargai
hidup. Kita dipanggil karena kemanusiaan kita sebagai ciptaan dan citra Allah.
Dihadapan Allah kita sama. Bukan karena warna kulit, bukan karena berbeda
budaya, bukan karena status sosial juga bukan karena berbeda agama, melainkan
kita satu keluarga Allah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1.
Setio,
Robet, Fantasi dalam Apokaliptik Daniel 7, Jurnal Ledalero, Vol.9 No.1, Juni
2010
2.
Prior,
Mansford John, Daya Kekuatan Fantasi : Sebuah tanggapan untuk
Robet Setio, Jurnal Ledalero, Vol.9 No. 1, Juni 2010.
3.
E.
Curran, Charles, Ajaran Sosial Katolik : BURUH, PETANI, DAN PERANG NUKLIR,
(Yogyakarta, Kanisius, 2007)
4.
http://emcoach.com/kekuatan-gambarfoto-mewakili-ribuan-kata-berlaku-juga-di-sosial-media.html
5.
Br. Othmar Jessberger, SVD,
Lukisan Doa Makan (Ledalero)
[1] Bisnis nirlaba seperti Facebook, Google+ & Twitter,
foto atau gambar harus dijadikan sebagai konten yang rutin di salurkan
lewat sosial media. Ada 5 paparan foto/gambar untuk konten sosial media
marketing bisnis yakni 1). Rutin mengganti foto Profil (bisa juga disertakan
logo atau produk Anda dalam foto tersebut). 2). Tampilkan testimoni beserta
foto produk. 3). Buat foto stream dari beberapa foto di Flickr atau media foto
sharing lainnya. 4). Ajak
teman/fans/follower ikut memberikan kontribusi foto tentang produk. 5). Foto
dari event, kejadian sehari-hari, hal lucu & menarik, juga bisa Anda
selipkan untuk menambah otentisitas bisnis Anda
[2] Bdk Robert Setio, “Fantasi dalam gambar Daniel 7” dalam Jurnal
Ledalero Vol 9 No.1 Juni 2010, hal 99.
[3] Ibid, hal 109
[4] Spiritual dimengerti sebagai
kehidupan rohani. Ikatan emosional ‘rohani’ yang mengingatkan kita akan sesama
kita. Ketika kita makan, kita ingat akan orang lain. Bersatu dalam kenangan.
[5] Charles E. Curran, Ajaran Sosial katolik, 1891- Sekarang : Buruh, Petani, dan perang Nuklir,
Yogyakarta, Kanisius, 2007, hal 197.
[6] Ibid.hal 199
[7] Bdk John Mansford Pior, Daya Kekuatan Fantasi : sebuah tanggapan
untuk Robert Setio, Jurnal Ledalero, Vol.9 No.1, Juni 2010, hal.124
Tidak ada komentar:
Posting Komentar