kepemimpinan
SEKOLAH TINGGI
PASTORAL REINHA LARANTUKA
|
PENGAMPU: KRISANTUS M.KWEN, S.Pd.,M.Th.
========================================
========================================
PENDAHULUAN
Sebagaimana
topik-topik hangat yang menjadi wacana di kalangan publik, demikian pun topik
KEPEMIMPINAN (Leadership) menjadi sorotan luas di tengah masyarakat. Hal
demikian berkaitan dengan dampak kepemimpinan yang langsung dirasakan oleh
masyarakat umum yang berkaitan dengan akhlak hidup masyarakat, seperti
kesejahteraan, rasa aman, dan sejumlah hak-hak dasar manusia yang menjadi
sumber pelayanan pemimpin publik.
Kepemimpinan
itu langsung berhubungan dengan pola manajemen di sebuah lembaga atau
perusahaan. Jika pola manajemennya baik, maka dengan sendirinya kepemimpinannya
juga baik. Dalam proses kepemimpinan itu dipastikan bahwa job description (pembagian tugas), gairah kerja, dan produktifitas
kerja dapat berlangsung dengan baik. Dengan demikian, maka pola dan gaya
kepimpinannya dianggap baik pula karena memenuhi kriteria atau standar
sekalipun dengan kriteria sederhana. Kalau dalam perjalanan organisasi itu roda
manajemen tidak berjalan atau gagal maka dapat dipastikan bahwa pola
kepemimpinan di lembaga itu tidak berjalan dengan baik pula.
Tumbangnya
oknum-oknum pemimpin seperti kepala-kepala dinas dan kepala kantor, bupati,
gubernur, wali kota maupun anggota DPRD dan DPR dihadapan aparat hukum karena
penyalagunaan jabatan dan wewenang, membuat topik-topik seputar Kepemimpinan
menjadi sorotan. Kita tidak memungkuri bahwa sejumlah pemimpin Negara memiliki
prestasi adiluhung karena membela Negara dengan mensejahterakan rakyat dengan
dasar moralitas yang terpuji. Justru dinamika antara kelemahan dan keunggulan
dalam Kepemimpinan tersebut membuat topok ini menjadi daya pikat untuk
dipelajari dikalangan akademik dan masyarakat awam pada umumnya.
Setelah
mengikuti kuliah dan membaca diktat ini mahasiswa diharapkan dapat memahami
setiap topik yang berkaitan dengan Kepemimpinan. Mereka diharapkan memiliki
pemahaman yang tepat untuk mengetahui dan menelusuri kharakter dasar untuk
menjadi seorang pemimpin yaitu dengan mengetahui sejumlah fakta yakni:
1.
Menjelaskan hakikat kepemimpinan
2.
Menjelaskan syarat-syarat kepemimpinan
3.
Menjelelaskan sumber-sumber kepemimpinan
4.
Menjelaskan prinsip dan strategis kepemimpinan
5.
Menjelaskan karakteristik kepemimpinan
6.
Menjelaskan kepemimpinan kristiani
Mata
Kuliah Kepemimpinan adalah salah satu dari rumpun kurikulum institusi yang
menjadi bahan ajar Kurikulum muatan lokal di Sekolah Tingi Pastoral Reinha
Larantuka. Bobot mata kuliah ini yakni dua (2) Satuan Kredi semester (SKS).
Materi ajar dalam mata kuliah ini diharapkan menjadi bagian dari sistim
pendidikan di Perguruan Tinggi, yang membimbing dan pendampingi calon sarjana
yang sanggup menjawab tuntutan-tuntutan dalam masyarakat dari perspektif
konseptual. Yakni menyangkut sebuah disiplin ilmu serentak menunjukkan aplikasi
berdasarkan contoh-contoh kepemimpinan yang pernah, sedang, dan akan menjadi
harapan masyarakat dan umat.
Dengan mengikuti mata
kuliah ini semakin diharapkan agar mahasiswa memiliki pengetahuan yang
komprehensip sebagai seorang calon pendidik dan agen pastoral kateketik, yang notabene adalah seorang calon pemimpin
umat. Mereka diharapkan memiliki konsep awal tentang hal ihkwal kepemimpianan
sehingga dapat menjadi
---------------------------------------------------------------------------
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
BAB I : HAKEKAT KEPEMIMPINAN
1.1.
Konsep Kepemimpinan
1.2. Fenomena Kepemimpinan
1.3. Masalah Kepemimpinan
1.4. Orientasi Kepemimpinan Dan Tingkatan
Kepemimpinan
1.5. Kompetensi Seorang Pemimpin
1.6.
Fungsi Seorang Pemimpin
BAB II: SYARAT-SYARAT KEPEMIMPINAN
2.1. Pemimpin harus melakukan rekonsiliasi (nasional).
2.2. Pemimpin
yang bertumpu di atas kemampuan manajerial.
2.3. Komitmen
Moral kepada keputusan yang kuat dan benar
2.4. Dialog
sebagai sarana efektif untuk menyatukan berbagai perspektif.
2.5. Penegakkan
Hukum
2.6. Penerapan
peraturan secara tepat dan benar
2.7. Membangun
komunikasi dengan media atau pers
BAB III: SUMBER-SUMBER
KEPEMIMPINAN
3.1. Pengantar
3.2. Kepemimpinan dan kekuasaan
3.3. Proses sosial dalam
kepemimpinan
3.4. Sumber-sumber Kepemimpinan
BAB
IV: KOMUNIKASI KEPEMIMPINAN
4.1
Konsep Identifikasi kepemimpinan
4.2.
Karakteristik kepemimpinan.
4.3.
Strategi kepemimpinan
4.4.
Tipe Dasar Kepemimpinan
BAB
V: Kepemimpinan Kristiani
5.1.
Iklim
5.2.
Kepemimpinan
5.3.
Struktur
5.4.
Tujuan
5.5.
Konsepsi
identita
------------------------------------------------------------------------------------
BAB
I
HAKEKAT KEPEMIMPINAN
1. KONSEP KEPEMIMPINAN
KEPEMIMINAN merupakan
suatu seni (art) dan ilmu (science) untuk mempengaruhi orang lain sehingga
orang yang dipimpin timbul suatu kemauan, respek, kepatuhan dan kepercayaan
terhadap pemimpin untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pemimpin, atau
tugas-tugas dan tujuan organisasi, secara efektif dan efisien. Suatu kecakapan,
kemahiran, dan ketrampilan tertentu untuk mempengaruhi orang-orang yang
dipimpinnya. kepemimpinan itu proses memengaruhi kegiatan kelompok yang
dioraganisasi menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan (Ralp
M.Stogdill)
Banyaknya
sorotan kepada para pemimpin Negara ini menunjukkan bahwa peran pemimpin di
tanah air itu penting serempak menjadi penentu kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. Merekalah para pemimpin formal yang diangkat dan dilantik secara
regular dan periodik dalam jabatan tertentu di setiap instansi baik di tingkat
desa atau kelurahan, di tingkat kecamatan, di tingkat kabupaten atau kota
madya, di tingkat propinsi dan tingkat pusat. Demikianpun para pemimpin informal
yang diangkat dalam masyarakat bukan berdasarkan jabatan dan kepangkatan
melainkan karena talenta atau kharisma dan mereka diangkat berdasarkan
kesepakatan masyarakat karena diyakini memiliki keunggulan tertentu.
Jika
para pemimpin sedang disoroti secara publik oleh berbagai pihak karena situasi
ketidakadilan atau ketimpangan secara ekonomi, politik, sosial, kebudayaan dan
keagamaan, maka sebetulnya peran para pemimpin sedang dipertanyakan. Hal
demikian menyangkut kapasitas dan kapabilitas kompetensi yang mereka miliki.
Pertanyaan adalah adakah kemampuan yang mereka miliki diabdikan untuk
kepentingan dan kesejahteraan masyarakat? Atau benarkah peran mereka memberikan
rasa aman, damai, dan melindungi hajat hidup orang banyak? Rentetan pertanyaan
demikian memperlihatkan bahwa kehadiran para pemimpin memang dibutuhkan
sekaligus mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Hal demikian menggambarkan bahwa
kepemimpinan bukan sekedar keinginan dan hasrat untuk mempunyai kedudukan
tertentu sebagai pemimpin, melainkan di dalam kepemimpinan tersebut memiliki
peluang dan kesempatan untuk melanggar aturan yang berakibat menjauhkan seorang
pemimpin dari cita-cita kepemimpinan yang bermartabat. Orang sering mengutip
awasan seorang ahli sejarah Inggris Lord Action untuk para pemimpin masyarakat,
bahwa manusia yang berkuasa cenderung menyalahgunakan kekuasaan, sedangkan
manusia yang memiliki kekuasaan tak terbatas, pasti menyalahgunakan keuasaan (power tends to corrupt, absolute power
corrupts absolutely).
2.
FENOMENA
KEPEMIMPINAN
Apakah KEPEMIMPINAN dapat dipelajari? Teori Genetis
(Heriditas): seorang menjadi pemimpin karena ia dilahirkan dengan bakat-bakat
kepemimpinan (leaders are born and not made). ia menjadi pemimpin karena
kharismanya. teori ekologis, seorang menjadi pemimpin karena memiliki
bakat-bakat yang bersifat genetis. namun bakat-bakat itu hanya berupa potensi
yang harus dikembangan.
Teori sosial, memaparkan bahwa para pemimpin
diciptakan dan bukan dilahirkan: setiap orang dapat mennjadi pemimpin kalau ia
memperoleh pendidikan, pengalaman, dan kesempatan yang cukup untuk membuktikan
kepemimpinannya.
3. MASALAH KEPEMIMPINAN
Fakta: Masyarakat
menyaksikan kegagalan dalam kepemimpinan nasional dan daerah. Banyak kepala
daerah di Indonesia yang ditangkap baik oleh aparat polisi maupun KPK karena
tersangku masalah dalam kepemimpinan ketika mereka sedang dan sesudah berkuasa.
Krisis Kepemimpinan: Public menjadi apatis, masa
bodoh, berbalik membenci para pemimpin karena perilaku yang tidak patut.
Penyimpangan Orientasi: Penyalagunaan
wewenang, praktik politik uang (money
politics) dalam pemilihan kepala daerah, praktik politik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN).)
4. ORIENTASI
KEPEMIMPINAN DAN TINGKATAN KEPEMIMPINAN
Orientasi
itu (kualitas), menunjuk kepada sesuatu yang berharga dalam hidup seseorang
atau kelompok social. Orientasi berhubungan dengan nilai yang dianut, yakni
berhubungan dengan perkembangan kesadaran moral.
Menurut Lawrence
Kohlberg terdapat tiga tingkatan perkembangan kesadaran moral (orientasi)
masing-masing dengan dua tahap. Tingkat Pertama, pra adat atau pra
konvensional. Dalam tahap pertama, orang yang melaksanakan kepemimpinan di type
ini, hanya melaksanakan tugasnya sejauh orientasi utamanya adalah hukuman dan
ketaatan. Nilai utama kepemimpinannya dipahami sebagai ketaatan secara harafiah
terhadap hukum, peraturan dan penguasa. Keadilan baginya berarti tidak melawan
hukum. Tindakannya dilakukan untuk mendapat pujian, menghindari hukuman dan
kerugian fisik. Tindakanya berorientasi kepada diri dan bersifat egosentris.
Tahap Kedua,
keuntungan diri menjadi dasar orientasi kepemimpinannya. Dalam tahap ini moral
dilakukan sejauh berfungsi mengarahkan orang untuk bertindak demi menjamin
keuntungan diri dan membiarkan orang lain berbuat yang sama. Terdapat tindakan
bersama-sama untuk saling menguntungkan. Bertindak adil dalam tahap ini berarti
mentaatati peraturan karena dengan hal itu, keuntungan pribadi terjamin.
tingkat kedua, adat atau tingkat konvensional. Tahap pertama dalam
tingkatan ini adalah harapan, antarpribadi dan keseragaman. Norma moralnya
menjadi orang baik, yang mempunyai perhatian terhadap orang lain dan memegang
teguh pada perjanjian. Dalam tahap ini keadilan (kepemimpinan) berarti
bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang-orang dekat seperti
keluarga, teman dan anggota kelompok. Perilaku dan tindakan menyesuaikan dengan
kebiasaan kelompok atau masyarakat karena tunduk dan hormat kepada aturan dan
harapan orang menjadi yang hakiki. Perilakunya bersifat partikularistik. Tahap
kedua, kewajiban terhadap masyarakat dan system social menjadi kecenderungan
utama. Yang diaanggap norma moral adalah memenuhi kewajiban terhadap
masyarakat. Dalam rana ini keadilan adalah memenuhi kewajiban agar peraturan
ditaati.
Tingkat Ketiga. Tingkat pasca adat atau post konvensional. Tahap
pertama berorientasi kepada kontrak sosial dan manfaat sosial. Norma moralnya
berusaha untuk menjunjung nilai-nilai, menjamin hak-hak dasar dan perjanjian
yang sesuai dengan hukum dalam masyarakat. Keadilan dalam perspektif
kepemimpinan, adalah upaya dalam membela nilai-nilai dan pendapat. Perilaku
berusaha untuk mengatasi ketegangan antara kelompoknya dan kepentingan yang
lebih luas dan memilih kepentingan yang lebih luas. Dia lebih menghormati
tanggung jawab terhadap orang lain.
Tahap kedua, adalaah tingkat post konvensional,
berorientasi pada prinsip etika universal. Norma moralnya dipakai sebagai
pranata dan penataan social. Norma moral berarti mebgakui kesamaan hak.
Orientasi kepemimpinannya berorientasi kepada martabat manusia. Prinsip ini
bersifat rasional, universal dan
konsisten.
5. KOMPETENSI
SEORANG PEMIMPIN
Kompetensi menurut Louise Moqvist (2003) adalah apa
yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dengan baik. Begitu pula seorang
pemimpin. Ia dapat dikatakan memiliki kompetensi memimpin jika yang
bersangkutan memimpin anggota-anggota dengan baik. Sesuatu
yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin yang menyangkut sifat-sifat kepribadian
dan ketrampilan yang dimilikinya. Seorang pemimpin membutuhkan keseimbangan pengetahuan,
keberanian dan etika dilandasi kualitas moral. Kualitas moral itu penting untuk melaksanakan kepemimpinan dan komunikasi sosial
secara efektif. Seorang pemimpin harus memiliki kompetensi sebagai daya
dan ketrampilan pribadi. Kompetensi itu menjadi penting Manusia selalu
berhubungan satu terhadap yang lain atau hidup dalam suasana organisasi atau
lingkungan kerja. Bentuk hubungan itu bisa secara vertical seperti atasan
dengan bawahan dan secara horizontal seperti bapak dan ibu dalam keluarga. Ada tuntutan untuk meningkatkan
keefektifan komunikasi antarmanusia dalam berbagai bentuk organisasi baik yang
formal maupun informal.
Pengetahuannn
|
Etika
|
Keyakinan
Diri
|
Kualitas
Moral
|
Keberanian
|
Per
tama,
keterrangan
- Keseimbangan
Pengetahuan
Kita
berada dalam era globalisasi dan informasi sehingga adalah lazim seorang
pemimpin membutuhkan peningkatan dan pengembangan pengetahuan sebagai
kompetensi SDM sebagai seorang pemimpin.
Dia membutuhkan kualitas Sumber Daya
Manusia karena pembangunan yang dihadapi memerlukan SDM para pemikir,
perencana, manajer, dan para penyuluh sebagai pelaksana pembangunan masyarakat.
- Keseimbangan Keberanian
Pemimpin
membutuhkan keberanian untuk membuat keputusan karena itu menyangkut kewenangan.
Tidak hanya sebatas bersikap emosional atau perasaan tidak takut, namun lebih
luas daripada itu adalah keberanian untuk berpikir dan bertindak positif demi
kepentingan orang banyak (publik). Keberanian pun tanpa diserta dengan
pengetahuan, maka sama dengan kenekatan atau keberanian tanpa perhitungan.
keberanian yang ditopang oleh pengetahuan yang benar, akan sanggup membuat
seorang pemimpin membangun komunikasi yang efektif .
- Ketiga,
Keseimbangan Etika
Manusia
memerlukan etika untuk menjaga keseimbangan dalam faktor pengetahuan
dankeberanian. Etika ditunjukkan dalam komunikasi verbal maupun sikap yang
tepat dalam nuansa budaya, dunia kerja yang memerlukan komunikasi yang efektif.
kualitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh
etika dalam membangun komunikasi di ruang public. Intelektualitas tidak
serta merta menjamin kelanggengan kepemimpinan
karena kualitas moral itu seperti tambu-rambu yang menjamin sehingga
pemimpin tidak terjebak dalam kemerosotan dan kehancuran
6.
FUNGSI
SEORANG PEMIMPIN
Kehadiran pemimpin bertujuan menggerakkan roda
organisasi. Prof Robert E. Kelley dari Carnegie – Mellon University, pelopor
pengajaran Fellowership and leadership
mengatakan bahwa hanya 20 persen keberhasilan organisasi merupakan kontribusi
pemimpin (leader), sedangkan 80 persen keberhasilan organisasi ditentukan oleh
partisipasi pengikut (followers)
Keberhasilan kepemimpinan organisasi bukan hanya
ditentukan oleh diri pemimpin (leader), melainkan perlu dukungan dan
partisipasi anggota. Mereka bekerjasama sebagai team work yang kuat untuk
menggerakkan organisasi. Keberhasilan itu ditentukan oleh pemimpin yang
memiliki visi dan misi yang kuat dan pemimpin sanggup mengomunikasikan kepada
bawahan agar memperoleh dukungan maksimal dari bawahan.
Keputusan
yang baik tidak hanya mendapat rekomendasi dari bawahan ke atas dan instruksi
dari atas, melainkan pemahaman bersama di antara mereka yang terlibat dalam
pencapaian tujuan organisasi. Orientasi kepemimpinan organisasi yang didukung
pengikutnya akan memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan (regenerasi)
dengan baik karena karyanya dapat dilanjutkan oleh pemimpin selanjutnya.
Berdasarkan hubungan antara
pemimpin (leader) dan pengikut (followers), maka fungsi pemimpin dapat
berlangsung apabila memenenuhi tuntatan sebagai berikut, pertama,
bagaimana pemahaman pengikut tentang tujuan organisasi dan rencana untuk
mencapa tujuan organisasi. Hanya mereka yang mengetahui tujuan organisasi dapat
diajak berartsipasi dalam memperjuangkan keberhasilan organisasi karena
memiliki pemahaman yang sama untuk kebaikan bersama.
Kedua, bagaimana pengikut
bekerja secara mandiri tanpa pengawasan yang ketat dari pemimpin. pemimpin
kadang harus turun ke unit-unit tanpa pemberitahu sebelumnya untuk mengetahui
sendiri bagaimana pengikut atau bawahannya bekerja tanpa pengawasannya
Tiga, bagaimana
komitmen bawahan untuk mencapai sasaran organisasi dan bagaimana mereka
bekerja sungguh-sungguh untuk mencapai target organisasisecara optimal.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB
II
SYARAT-SYARAT
KEPEMIMPINAN
Masyarakat
atau organisasi membutuhkan pemimpin yang sanggup mengantar anggotanya untuk
mencapai tujuan hidup bersama sesuai dengan cita-cita mereka. Ada berbagai
upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. untuk mencapai atau
mewujudkan tujuan dibutuhkan kepemiminan yang kuat, efektif dan demokratis.
Ketidak seimbangan atau kekacauan dalam organisasi kemasyarakatan atau negara
misalnya oleh berbagai krisis multidimensi. Untuk mencapai kepemimpinan
nasional yang kuat, efektif, dan demokratis, diperlukan berbagai syarat untuk
mencapai kepemimpinan yang sehat.
Pada
penjelasan sebelumnya sudah disadari bahwa kepemimpinan dalam masyarakat pada
umumnya mengenal pemimpin formal dan informal. Keduanya mempunyai tujuan yang
sama mulianya yakni memimpin masyarakatnya ke arah yang baik dan sejahterah.
Oleh karena itu dibutuhkan kepemimpinan yang mantap dan berkualitas. Kemampuan
yang mumpuni demikian dapat mengarahkan masyarakat secara baik dan benar. Oleh
karena itu dibutuhkan berbagai persyaratan untuk menunjang cita-cita tersebut.
1. Pemimpin
harus melakukan rekonsiliasi (nasional).
Tujuan
yang diharapkan adalah untuk mempersatukan tekad agar bangkit dari berbagai
kelemahan. Rekonsialiasi itu penting agar meredam berbagai potensi konflik.
Maka pemimpin yang diharapkan pada tahap ini adalah mereka yang sanggup
mengikuti pola atau pendekatan rekonsiliasi agar pemerintah dan DPRD dapat
melakukan konsentrasi untuk
menyelesaikan konflik tanpa harus membuang energi yang konstruktif.
2. Pemimpin
yang bertumpu di atas kemampuan manajerial.
Model ini disebut kepemimpinan
yang bergaya demokratis dan birokratis. Sekalipun penerapan keberhasilan masih
jauh dari harapan, asalkan kegagalan tersebut masih terukur. Untuk itu,
kemampuan manajerial yang kuat dapat menghindari pola bongkar pasang yang cenderung
menimbulkan syak prasangka.
3. Komitmen
Moral kepada keputusan yang kuat dan benar
Untuk mengukur kepemimpinan dengan
type ini, pemimpin harus memperlihatkan atau membuktikan komitmen moral untuk
memberantas KKN. Disamping itu ia hendaknya sanggup memperlihatkan semangat sense of crisis, untuk menjaga agar
dampak negatif dalam kepemimpinan tidak menjadi bumerang bagi pemimpin
tersebut. keteladanan adalah kata kunci untuk mengurangi berbagai ketimpangan yang ada dalam
masyarakat.
4. Dialog
sebagai sarana efektif untuk menyatukan berbagai perspektif.
Dialog dan langkah-langkah tegas
seorang pemimpin terhadap anggota atau iklim di sekitarnya. Dialog dapat
dilakukan secara terus menerus (simultan). Niat baik saja tidak cukup, maka
seorang pemipin perlu memperbaiki sikap-sikap tegas, berani dan terus menerus
dapat menghindari disintergrasi yang tidak perlu.8u
5. Penegakkan
Hukum
Penegakkan supermasi hukum harus
dilakukan untuk menegakkan aturan karena hukum adalah payung yang melindungi
dan menjamin keberlangsungan masyarakat atau organisasi. Penegakkan hukum ini
amat berat kalau diamati dalam praktek hidup bermsyarakat dab bernegara karena
menyangkut mentalitas dan moralitas dari aparat penegak hukum. Penegakkan
supremasi hukum akan kembali berjalan
secara baik apabila dimulai dengan kesadaran akan sumber daya manusia (SDM)
dari aparat sendiri. Untuk itu dibutuhkan daya kontrol masyarakat dan tidak
ikut mendorong peluang untuk meruntuhkan wibawa aparat dengan tindakan yang
tidak terpuji.
6. Penerapan
peraturan secara tepat dan benar
Untuk hal demikian dibutuhan
pemahaman seorang pemimpin yang baik dan tepat menyangkut semangat dari
pembuatan aturan tersebut. mempertimbangkan kematangan masyarakat dalam
menerima setiap kebijakan karena tingkat penerimaan yang berbeda antara manusia
di setiap wilayah
7. Membangun
komunikasi dengan media atau pers
Peran pers dalam era keterbukaan
adalah penting dan mendesak peran pers yang terbuka menunjukkan bahwa
masyarakat atau pemerintah tidak alergi terhadap perubahan. Pers adalah media
yang tepat untuk menunjukkan tingkat akurasi atau ketepatan dalam menerapkan
kebijakan kepemimpinan. Pers dipakai sebagai alat sosialisasi kebijakan
organisasi pemrintah atau swasta.
BAB
III
SUMBER-SUMBER
KEPEMIMPINAN
3.1. Pengantar
Menjadi pemimpin (leader) itu tidak dapat dijangkau
oleh banyak orang. Kualifikasi tertentu harus dicapai oleh seseorang agar
hasrat menjadi pemimpin terpenuhi. Ada orang yang menjadi pemimpin karena
memang kepemimpinan itu diwariskan oleh keluarga atau orang tua mereka.
Misalnya pemimpin perusahaan keluarga atau dalam pemerintahan sebuah kerajaan.
Ahli waris yang sah-lah yang pantas menduduki jabatan tersebut, namun demikian
mereka juga harus dipersiapkan dengan standar tertentu agar layak menempati
posisi tersebut secara profesional pula.
3.2. Kepemimpinan dan kekuasaan
Dalam ilmu-ilmu sosial, term kepemimpinan itu
identik dengan kekuasaan. Yakni pribadi-pribadi yang menjadi pemimpin sebuah
kelompok, melaksanakan peran-peran kepemimpinan yang resmi mempengaruhi
proses-proses kehidupan kelompok, hubungan antara gaya kepemimpinan, dan
efektifitas kelompok. Menurut Evelyn Eaton Whitehead, bahwa gambaran tentang
kuasa yang ada dalam suatu kelompok akan bermanfaat untuk merumuskan kepemimpinannya.
Ada dua macam gambaran yang mempengaruhi dan pada
tingkat tertentu membatasi praktik kepemimpinan. Pertama, melukiskan gambaran
kultural yang luas dan yang kedua, gambaran kekuasaan dalam kelompok keagamaan.
3.2.1. Gambaran-gambaran Kultural tentang Pemimpin.
Menurut Richard Sennef, seorang psikolog sosial,
menunjukkan dua gambaran yang dominan yang menentukan dalam kepemimpinan.
Pertama,
pemimpin paternal, yakni gambaran kepemimpinan yang di dalamnya kekuasaan dan
kedewasaan menjadi pemilik pemimpin saja. Kelompok memerlukan pemimpin karena
hanya pemimpin sendirilah yang dianggap memiliki kuasa. Gambaran paternalistis
adalah suatu gambaran kepemimpinan cinta yang palsu/keliru. Maksudnya, kalau
cinta yang sejati itu menginginkan
perkembangan terus menerus dari orang-orang yang dicintainya, sedangkan
paternalistik itu, menginginkan ketergantungan terus menerus.
Kedua,
gambaran, kepemimpinan yang diwarnai usaha-usaha untuk mengembangkan pola-pola
kepempimpinan yang lebih memadai dan otonom. Jika paternalistik merupakan suatu
bentuk control yang terlalu “mempedulikan”, maka otonom adalah sebuah bentuk
kontrol yang tanpa kepedulian. Di sini pemimpin nampak seperti seorang ahli
yang acuh tak acuh. Sekilas gambaran kepemimpinan yang membebaskan, tidak terdapat
“tali-tali yang terikat” pada kuasa yang dijalankan oleh kelompok. Namun
sebetulnya segi timbal balik dari kuasa social diingkari. Jadi kelompok
membutuhkan segi kuasa dari si ahli, namun si ahli tak memerlukan kelompok.
Dalam paternalistik, ungkapan nyata “ kamu
memerlukan aku untuk memelihara kamu; aku memerlukan kamu agar kamu merasa
berterima kasih. Sedangkan dalam otonomi, ungkapan yang ada adalah “kamulah
yang memerlukan keahlianku, aku tak memerlukan kamu sama sekali”. Kedua
gambaran di atas membalikkan kenyataan. Masing-masing berusaha untuk
memantapkan suatu pengertian tentang kuasa sosial yang mengingkari kebersamaan. Dalam
masing-masing gambaran tersebut, proses kekuasaan hanya satu arah saja. Baik
dalam paternalistis maupun otonomi, pemimpinlah yang mempunyai kuasa dan
pilihan.
3.2.2. Gambaran tentang kekuasaan dalam kelompok
keagamaan
Pada gambaran ini, kita melihat kepemimpinan itu
berada dalam otoritas religious. Sosiolog, Richard Schoenherr, pengajar pada
universitas Wisconsin di Madison. Ia mengatakan bahwa ada harapan-harapan atau
gambaran dari kekuasaan religious yang mempengaruhi cara-cara bagaimana
otoritas berfungsi dalam kelompok-kelompok keagamaan. Melalui makalahnya “Power
and Authoority Organisazed Religion”, bahwa banyak dari apa yang dipelajari
para ilmuwan social mengenai pola-pola kekuasaan dalam organisasi-organisasi
sekuler ternyata bias diterapkan dalam
pula dalam organisasi-organisasi keagamaan. Namun masing-masing dari
organisasi tersebut mempunyai perbedaan yang substansial, yakni orientasinya
terhadap kekuasaan organisasional. Kelompok keagamaan ini muncul karena
pengalaman akan yang transendensi. Gambaran model ini ditandai dengan ciri-ciri
kekuasaan dalam kelompok keagamaan sebagai berikut:
Pertama,
kelompok-kelompok keagamaan dibangkitkan oleh pengalaman mentransformasikan
yang transenden. Mereka yang mengalami pengalaman transenden inilah yang
bertindak bersama dalam Jemaah-jemaah beriman. Jika kelompok ini berfungsi
dengan baik dan tetap lestari, maka persyaratan-persyaratan yang normal dari
struktur organisasional harus terpenuhi. Ukurannya adalah dijaminnya pola-pola
kekuatan social, kepemimpinan, otoritas, dan control.
Kedua,
kelompok-kelompok keagamaan hidup dalam paradoks dari keyakinan-keyakinan:
kekuasaan Allah pada dasarnya ada dalam kelompok dan kelompok tidak dengan
sendirinya identik dengan kekuasaan Allah. Paradok yang lain bahwa, organisai
keagamaan ada sebagai penyalur kekuasaan Allah dan Allah terus menrus bertindak
mengatasi lembaga ini.
Tiga,
tujuan dari setiap kelompok keagamaan bersifat ganda. Pertama untuk
melestarikan pengalaman perjumpaan dengan Allah yang mentransformasikan dan
kedua untuk terus menerus mengundang pribadi-pribadi mengundang pertemuan
personal dengan Allah yang mentransformasikan itu. Agar tujuan ini berhasil
maka agama harus terus menerus mendorong umatnya agar mencapai kedua tujuan
tersebut.
3.3. Proses sosial dalam kepemimpinan
Berdasarkan apa yang telah diperlihatkan tersebut di
atas, maka menurut ilmu sosial, bahwa kepemimpinan yang adekuat dapat diterima
adalah yang bukan sekedar apa yang dimiliki oleh satu orang dalam kelompok,
melainkan apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam suatu kelompok secara
bersama. Maka pendekatan kepemimpinan
konservatif bahwa kepemimpinan itu pertama-tama
sebagai pembawaan pribadi adalah salah. Jika kita memusatkkan perhatian
kepada pembawa individu, maka kita mempersempit perhatian kita. Dengan
memusatkan perhatian pada seseorang yang menjadi pemimpin maka menjauhkan kita
dari apa yang sedang berlangsung dalam kelompok.
3.4. Sumber-sumber Kepemimpinan
Dalam sistem sosial, kepemimpinan menjadi milik
kelompok sebagai keseluruhan. Kepemimpinan merupakan suatu kualitas dari
aktivitas kelompok, dan kemudian ukurannya ada pada individu-individu dalam
kelompok. Di bawah ini dipaparkan
sumber-sumber kepemimpinan berdasarkan tingkat partisipasi kelompok.
3.4.1. Kelompok sebagai suatu sistem Sosial
Kelompok adalah suatu
keutuhan karena memiliki kehidupan dan fungsinya tersendiri. Maka kepimpinan merupakan
ciri khas system social, dan bukan merupakan sifat khas anggotanya yang ada
dalam kelompok. Dalam satu kesatuan kelompoklah yang memiliki kepemimpinan.
Dalam pembicaraan pribadi sehari-hari kita sering mengaitkan kepemimpinan
dengan pribadi-pribadi dalam kelompok yang kita anggap bertanggung jawab atas
segala hal sehingga berlangsung dengan baik, namun dalam kerangka system sosia,
kepemimpinan menjadi milik kelompok sebagai keseluruhan. Kepemimpinan merupakan
kualitas dari aktivitas kelompok, dan baru kemudian individu-individu.
3.4.2. Kepemimpinan sebagai Proses Kelompok
Pada syarat kedua
kepemimpinan ini kita mendapati gambaran bahwa kepemiminan adalah suatu
transaksi social. Yakni kepemimpinan merupakan kegiatan suatu kelompok untuk
memungkinkan para anggotanya bertanggung jawab menggalang kekuatan demi
mencapai tujuan-tujuan. Dari waktu ke waktu, setiap kelompok mengembangkan cara
yang kurang lebih khas untuk menggantikan sumber-sumber kekuatan untuk mencapai
apa yang menjadi harapan bersama. Misalnya contoh kecil siapa saja dalam
kelompok mulai menentukan pembagian tugas dan peran sesuai tingkat kebutuhan.
3.4.3. Kepemimpinan sebagai proses kekuasaan
Pola kepemimpinan dalam
kelompok itu pada batas tertentu merupakan suatu pola untuk mempengaruhi antar
kita, merupakan suatu pengungkapan kekuasaan. Pola kepemimpinan dalam kelompok
mencerminkan cara kelompok itu memahami kekuasaan yang harus dibagikan dalam
kelompok. Sikap-sikap kita terhadap kekuasaan dan pemahaman dan pemahaman kita
tentang perannya merupakan intisari dari
proses-proses kepemimpinan suatu kelompok. Dalam pemahaman kita kekuasaan
selalu melibatkan pengalaman kekuatan. Kekuasaan adalah kekuatan yang dalam
kaitan dengan sesuatu. Yakni kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau sebaliknya
kemampuan untuk menolak untuk dipengaruhi oleh orang lain.
------------------------------------------------------------------------
BAB IV
KOMUNIKASI KEPEMIMPINAN
Komunikasi
merupakan cara untuk menyampaikan informasi kepada khalayak atau publik.
Komunikasi yang baik tentu juga berasal dari sumber informasi yang benar dan
tepat. Karena informasi yang tepat dapat mencerahkan kehidupan dan menjadi
sarana pendidikan yang efektif. Hal demikian juga terbangun di dalam komunikasi
di setiap kepemimpinan nasional atau lokal di tengah masyarakat kita. Untuk
mengetahui arah komunikasi kepemimpinan, kita harus mengetahui identifikasi
kepemimpinan sebagai sebagai syarat prioritas.
4.1 Konsep Identifikasi
kepemimpinan
Identifikasi akar katanya berbahasa Ingris identify yakni meneliti atau menelaah.
Identifikasi adalah kegiatan yang mencari, menemukan, mengumpulkan, meneliti,
mendaftarkan, mencatat data dan informasi dari “kebutuhan” lapangan. Yang
dimaksudkan dengan identifikasi kepemimpinan adalah proses untuk menemukan atau
mengumpulkan corak-corak kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan. Salah satu
cara untuk mengidentifikasi corak kepemimpinan adalah dengan mengetahui
karakteristik dan strategi seorang pemimpin mengambil keputusan.
4.2. Karakteristik
kepemimpinan.
Seorang pemimpin yang berkarakter atau tidak berkarakter
dapat dilihat dari cara ia membangun pengaruh komunikasi dalam kebijakannya.
Karena demikian adalah nilai-nilai yang
menjadi substansi kepemimpinan. Menurut Andre Bayo Ala ada empat nilai
dampak dari pola komunikasi dan karakteristik pemimpin.
Pertama,
Nilai kekuasaan. Kekuasaan itu menurut Karl Deutsch, seperti jala (jaring
pukat) dan ikan. Kekuasaan dapat dianggap sebagai instrument, sarana dan alat
untuk memperoleh nilai-nilai lain. Ibarat sebuah jalan dipakai manusia untuk
menangkap ikan, kekuasaan adalah juga sebuah nilai, kenyataan yang bagi
beberapa orang kekuasaan juga merupakan ikan berharga. Kekuasaan pada prinsip
ini berfungsi sebagai sarana maupun tujuan. Ibarat jala dan ikan ia adalah
nilai atau kunci bagi kekuasaan (politik). Oleh karena itu Deutsch
mendefenisikan kekuasaan sebagai kemampuan membuat sesuatu terjadi yang tidak
akan terjadi sebaliknya. Menurutnya kekuasaan ada hubungan dengan sebab akibat,
yakni menghasilkan berbagai perubahan di antara berbagai kejadian yang mungkin
terjadi di atas dunia ini. Karena dunia berubah maka kekuasaan membahas
perubahan dari perubahan atau perubahan berikutnya. Kekuasaan itu menyangkut
kemampuan manusia dalam hal ini pemimpin merubah perubahan yang sudah ada dan
akan terjadi tanpa campur tangan pihak luar.
Jika
kekuasaan itu menyangkut kekuasaan atas manusia, maka menurut William A. Welsh,
disebut sebagai politik. Kekuasaan itu menyangkut sesuatu hubungan antar
manusia. Dan kekuasaan politik adalah kemampuan si Anu membuat si Bobo
melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan si Anu, tanpa mempersoalkan apakah
bobo ingin melakukannya.
Kedua,
Kemerdekaan atau kebebasan. Kemerdekaan menjadi suatu nilai sarana untuk
melakukan suatu kegiatan. Atau sebagai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam konteks
kekuasaan politik seorang pemimpin, kebebsan biasanya digunakan untuk
menunjukkan pilihan-pilihan yang ada. Atau harus ditawarkan kepada warganya
sebagai suatu hak. Doktrin kebebasan universal menyangkut ide mengenai hak-hak
azasi manusia. Kebebasan ini meliputi kebebasan berbicara, kebebasan beribadah,
kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpindah dan lain-lain.
Dalam
kontek kebebasan ini ada ide negatip dan positip dari kebebasan. Dalam arti
negatip dapat dilihat dari pernyataan “bebas dari” dan kebebasan dalam arti
positip dapat dilihat dari pernyataan “bebas untuk”. Kebebasan negatip (bebas
dari) hanya membutuhkan tidak ada hambatan, sebaliknya kebebasann positip
(bebas untuk) membutuhkan unsur-unsur tambahan seperti tersedia kesempatan,
kemampuan, kesadaran dan lain-lain. Dalam hal kepemimpinan, kemerdekaan atau
kebebasan berarti serangkaian pilihan yang disediakan untuk membuat pilihan
lebih banyak dari pada sebelumnya, lebih sedikit kekangan, kesempatan lebih
besar, peningkatan kemampuan bertindak, berpikir dan memilih, dan spontanitas
lebih besar
Ketiga,
Keadilan atau Persamaan. Keadilan berarti memberikan kepada masing-masing pihak
apa yang menjadi haknya. Dan sasarannya adalah hak-hak manusia baik sebagai
persorangan maupun sebagai warga masyarakat. Selain itu keadilan dapat ditinjau
dari berbagai aspek, yakni hukum,
politik, materi, dan kesempatan. Dari aspek hukum keadilan berarti kesamaan di
depan hukum. Atau individku memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Dari
segi politik keadilan berarti persamaan politik (political equality). Meliputi
kesamaan hak memilih seseorang untuk memegang suatu jabatan tertentu (rekrutmen
politik), mencalonkan diri untuk suatu jabatan tertentu, dan berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan politik. Dari aspek materi, keadilan berarti persamaan
materi (material equality). Keadilan itu menyangkut distribusi barang dan jasa.
Sering orang bilang keadilan materi sebagai persyarat kesamaan-kesamaan lain.
Kepemimpinan dalam aspek keadilan merupakan kesanggupan seseorang untuk membuat
pilihan-pilihan yang memberikan rasa keadilan bagi anggota atau masyarakat yang
dipimpinnya.
Keempat,
aspek kesempatan. Keadilan berarti kesamaan kesempatan (equal opportunity),
semua orang mempunyai kesempatan dan hak yang sama untuk menggunakan hak
tersebut. Menghormati hak-hak tersebut adalah adil dan melanggar hak tersebut
adalah tidak adil.
4.3. Strategi
kepemimpinan
Strategi
menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) berarti, ilmu dan seni untuk
menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu
dalam keadaan perang atau damai atau rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sasaran tertentu. Dengan demikian kegiatan kepemimpinan
(kekuasaan) itu menyangkut strategi seorang pemimpin untuk mencapai sasaran
tertentu. Kegiatan strategi itu menyangkut apa yang dilakukan untuk memperoleh
apa. Menurut Andre Bayo, cara-cara strategi untuk mencapai kekuasaan (tujuan)
dapat dilakukan dalam kegiatan melalui tiga cara yakni legal dan illegal;
mandiri dan dikerahkan; lunak dank eras.
Pertama,
Legal dan illegal. Legal berarti kegiatan yang diakui oleh peraturan hukum dan
pelaksanaannnya tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Sebaliknya
illegal berarti kegiatan-kegiatan (termasuk politik) yang dilarang atau tidak
diakui oleh pemerintah melalaui peraturan hukum yang berlaku, karena dalam
pelaksanaannya bertentangan dengan aturan hukum. Bisa jadi semua politik legal
yang dalam pelaksanaannta bertentangan dengan
peraturan hukum yang berlaku. Sebaliknya hampir pasti tidak mungkin
kegiatan politik illegal menjadi legal. Misalnya pemilihan umum merupaka politik
kegatan politik legal karena sudah diatur sesuai dengan peraturan undang-undang
PEMILU. Namun dalam pelaksaaannya dapat
terjadi manipulasi terhadap suara (illegal).
Kedua,
mandiri dan dikerahkan. Politik kepemimpinan yang mandiri itu dilakukan oleh
seorang pelaku atau actor atas inisiatif atau rencananya sendiri. Sebaliknya
kegiatan yang dikerahkan berarti kehiatan yang dilakukan oleh seseorang aktor
bukan berdasarkan inisiatifnya atau yang direncanakan oleh orang lain.
Ketiga,
Kegiatan Strategi lunak dan keras. Cara untuk melihat aspek ini adalah melalui
dampak keputusan seorang pemimoin atau aktor, apakah kebijakan itu, apakah
mendatangkan korban jiwa atau harta atau tidak. Strategi yang lunak berarti
kegiatan politik yang tidak membawa korban jiwa dan atau mengrusakkan harta
benda. Sedangkan kegiatan strategi (politik) keras berarti kegiatan politik
yang sedikit banyak membawa korban jiwa atau pengrusakkan barang-barang.
4.4. Tipe Dasar
Kepemimpinan
Komunikasi
yang dibangun seorang pemimpin terhadap anak buahya ditentukan oleh empat tipe dasar
yang menjadi motif seseorang memimpin: Kepemimpinan Otoriter, Laizes-faire,
Kepemimpinan Demokratis, dan Kepemimpinan pseudo-demokratis.
4.4.1. Kepemimpinan
Otoriter
Kepemimpinan
Otoriter disebut juga kepemimpinan otokratis atau kepemimpinan diktator. Tipe
ini sangat mengandalkan kedudukan dan kekuasaannya sebagai seorang pemimpin. Ia
memimpin dengan tindakan diktator. Dia memposisikan diri sebagai penguasa
karena semua kendali manajemen ada ditangannya.
Seorang
diktator anti terhadap musyawara untuk memufakat karena tidak ada rumus
perbedaan pendapat, yang ada adalah melaksanakan apa yang ia inginkan. Bagi
seorang pemimpin yang menerapkan tipe ini – apa yang ia pikirkan adalah apa
yang terbaik untuk semua. Jika ada perbedaan bagi dia, akan menghalangi tujuan
yang ingin dicapainya. Untuk memaksakan kehendaknya, maka pemimpin dengan tipe
ini menggunakan berbagai cara untuk memaksakan kehendaknya. Biasanya akan
menerapkan alat kekuasaan untuk menutup kemungkinan orang lain untuk
melawannya. Semua keputusan, larangan, hukuman, dan reward ada
ditangannya.
4.4.2. Kepemimpinan Laizes-faire:
Pemimpin
tipe Laizes-faire ini, keberadaannya
hanya sebagai lambang. Karena ia memberikan kesempatan dan kebebasan kepada
anggota untuk menentukan sendiri tujuan dan metode untuk mencapai tujuan yang
telah disepakati. Penyerahan tanggung jawab itu didasari oleh rasa percaya
pemimpin kepada bawahannya untuk mengambil tindakan yang cocok asalkan target
dan tujuan mereka tercapai. Namun demikian setiap keputusan yang telah diambil
dan semua konsekuensinya akan ditanggung secara bersama karena merasa menjadi
milik bersama. Pada tipe kepemimpinan jenis ini setiap anggota dapat memberikan
kontribusinya kepada penyelesaian dan pengembangan organisasi.
4.4.3. Kepemimpinan
Demokratis.
Yang
mengutamakan atasan dan bawahan. Relasi yang dipakai oleh seorang pemimpin
demokratik adalah menempatkan bawahan sebagai partner yang selalu dihargai
setiap perannya. Bawahan baginya adalah kekayaan organisasi. Karena setiap
orang memiliki potensi-potensi yang baik untuk ikut mengembangkan dan
memperkaya organisasi baik dalam arti mutu maupun finansial sebagai konsekuensi
sebuah usaha kerja. Seorang pemimpin model ini sangat meyakini bahwa
kepemimpinan yang sedang ia jalankan adalah amanat yang diberikan oleh bawahan
(rakyat) yang harus dia syukuri untuk selanjutnya dilaksanakan. Jadi kekuasaan bagi dirinya adalah sarana
yang dapat dipakai untuk mewujudkan tujuan bersama. Sehingga semua potensi dan
peluang yang ada dapat digerakkan oleh pemimpin dengan mengajak stakeholder
organisasi untuk berpartisipasi demi mewujudkannya. Dia sangat gandrung dengan
apa yang disebut the raigh man on place, menempatkan setiap orang sesuai dengan
bidang keahliannya.
Dalam
hal pengambilan keputusan, seorang pemimpin demokratis akan melibatkan bawahan
untuk terlibat dalam memberikan masukan sesuai prosedur yang ditata secara baik
dan benar. Sehingga hasil dari keputusan itu secara maksimal dapat mengakomodir
tingkat kepentingan yang secara proporsional dapat dirasakan oleh semua unsur
dalam organisasi. Kepemimpinan yang mengikutsertakan sebanyak mungkin warga
untuk terlibat dalam pengambilan keputusan, akan membuat keputusan yang
‘populer’ karena dia menciptakan tingkat kepuasan yang maksimal pada warganya.
4.4.4. Kepemimpinan
pseudo-demokratis
Kepemimpinan model ini hanya nampak seperti demokratis,
tetapi semu karena tetap otoriter dan demi kepentingan pribadi dan kelompok
tertentu saja. Jika diperlukan sebuah keputusan tentang organisasi.
-----------------------------------------------------------------------------
BAB V
KEPEMIMPINAN KRISTIANI
- Kepemimpinan
dalam jemaat
Dalam
kehidupan sehari-hari diperlukan faktor-faktor kondusif agar jemaat atau umat
dapat bertumbuh dan berkembang dalam iman.
Dr.
Jan Hendriks, menyarankan 5 faktor kepemimpinan, yang disebut Survery guided Development agar iman
jemaat atau umat dapat bertumbuh, Faktor itu adalah iklim, kepemimpinan,
struktur, tujuan, dan identitas.
Gambar
5 faktor kepemimpinan menuju vitalitas
Tujuan/Tugas struktur
Konsepsi
identitas
|
Tujuan
pengembangan kepemimpinan itu adalah menjadikan jemaat atau umat sebagai tempat
yang kondusif di mana umat saling memperkembangkankan iman dan hidup. Tidak
hanya secara informatif, melainkan secara konkrit dan kreatif. Yakni dengan
cara saling mendengarkan, saling mendampingi, saling memotivasi, dengan
berpartisipasi dalam aksi. Sehingga umat atau jemaat itu semakin hidup, vital,
dan menarik. Karena menarik bagi anggota jemaat itu sendiri maupun bagi orang
di luar jemaat itu.
1. Iklim
Bowers dan Franklin
mendefenisikan Iklim sebagai keseluruhan prosedur dan tata cara pergaulan yang
khas bagi organisasi. Iklim dalam organisasi jemaat perlu mendapat tempat yang
yang sepadan dalam pertumbuhan iman dan hidup. Setiap jemaat dan organisasi
membutuhkan iklim yang berbeda. Ada organisasi memerlukan iklim yang kondusif
dalam mana orang dapat bekerja dengan senang, tetapi ada organisasi yang tidak
demikian. Hal itu berlaku juga dalam orgnisasi Gereja. Iklim bisa tidak sama di
mana-mana. Karena iklim dapat menentukan apakah orang dapat berpartisipasi
dengan senang atau tidak dalam jemaat. Iklim yang positif itu diperlukan agar;
semakin banyak orang berpartisipasi dengan lebih sering dan lebih senang. Hal
itu tampak dalam absensi; tujuan-tujuan yang dapat dijangkau dengan lebih
sering dan lebih baik.
Alasan atau syarat
mengapa iklim kondusif itu penting untuk mengembangkan organisasi
Pertama,
semua orang dalam organisasi harus dapat diperlalukan dengan serius. Artinya,
keinginan, pengalaman dan kemampuan mereka harus diperhitungkan dan mereka
harus diperlakukan dengan respek. Jika komunikasi itu terbangun dengan baik,
maka sikap saling mencintai dapat bertumbuh. Sikap ini diperlihatkan oleh umat
perdana sehingga membuat orang luar mendengarkan injil (Kis 2:41-47). Karena
mereka saling memperlihatkan (baca= saling melayani). Iklim yang serius itu
ditandai dengan keunggulan sumber daya manusia (SDM). Dalam kepemimpinan
organisasi pertumbuhan jemaat itu mengandaikan dua hal. (1) organisasi
menyadari bahwa manusialah yang merupakan milik yang paling penting dan
berharga dalam organisasi dan (2) organisasi tidak hanya menyadarinya melainkan
bertindak sesuai dengan penyadaran itu juga. Manusia yang dimaksudkan disini
bukanlah seorang elite atau top dalam kepemimpinan, melainkan manusia ‘biasa’,
mereka yang menjalankan tugas sehari-hari, anggota jemaat biasa. Jadi bukan
dari sisi pemimpin menyatakan tentang mereka, melainkan apakah manusia yang
biasa itu dalam praktek sehari-hari, mengalami bahwa kehadiran, sumbangan, dan
kemampuan mereka dihargai. Implikasinya adalah anggota biasa tidak boleh
menyadari bahwa mereka adalah pelaksana keputusan (objek) melainkan mereka ikut
mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam kuasa (subjek).
Kedua,
prosedur-prosedur yang mengatur cara manusia bergaul satu sama lain. Ada empat
bagian prosedur. (1). Proses komunikasi, yakni bagaimana melakukan penyebaran
informasi yang meliputi arah, luas dan tepat-benarnya informasi. Yang
terpenting dalam iklim yang baik adalah penyebaran informasi menuju semua
jurusan: dari atas ke bawah, dari bawah ke atas, dan antara orang dan kelompok
pada jenjang yang sama. Informasi harus luas artinya semua informasi yang
tersedia dalam organisasi harus sampai di semua tempat yang relevan. Informasi
itu sangat esensial jika dilakukan dengan tepat dan benar. Untuk itu diperlukan
orang yang berani dan mau mengatakan tentang kebenaran. (2) Pengambilan
keputusan. Dalam pengambilan keputusan ada dua jenjang yang penting yakni
jenjang atas nama keputusan dan cara keputusan diadakan. Pada iklim yang baik
jenjang keputusan diambil dan melibatkan banyak orang yang berkepentingan
karena akan menjadi usaha bersama bagi semua orang yang mengambil keputusan.
Cara pengambil keputusan dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Yang paling
dikenal adalah keputusan mayoritas atas dasar pemungutan suara, yakni keputusan
diambil berdasarkan kuasa angka. Ada pengambilan keputusan berdasarkan
consensus. Konsesnsus tidak berarti semua pemberi suara mempunyai pendapat yang
sama mengenai isi keputusan, melainkan ada kerelaan untuk menerima
konklusi-konklusi yang tercapai oleh kelompok. Syarat untuk mencapai konklusi
adalah bahwa terjadi pertukaran pemikiran
yang bebas dan terbuka dalam mana pandangan serta keprihatinan
masing-masing peserta dengan seksama didengarkan, dimengerti dan diperhitungkan
pada waktu merumuskan konklusi. (3). Perumusan tujuan. Bagi iklim yang penting
adalah siapa yang merumuskan tujuaan. Ada dua situasi yang dapat terjadi, yakni
pemimpin yang merumuskannya dan menurutnkan kepada bawahan dan anggota dan
tujuan ditentukan oleh grup/organisasi. (4). Pengaruh anggota biasa. Pada iklim
yang baik perlu ditanyakan apakah semua anggota biasa merasa bahwa mereka dapat
mempengaruhi jalannya roda organisasi. Hal tersebut dapat mempengaruhi semua
hal yang ada konsekuensi bagi merreka sendiri.
Ketiga,
secara teologis: anggota jemaat ‘biasa’ sebagai subjek. Iklim yang kondusif
justru ketika manusia sebagai subjek terarah dalam relasi dengan Allah. Keadaan
sebagai subjek tidak diambil dari manusia, melainkan Allah memulihkan manusia
dalam kebebasan dan menempatkannya dalam tanggung jawab. Artinya kepemimpinan
dalam Gereja haruus menyesuaikan diri dengan kemerdekaan dan tanggung jawab
manusia sebagai subjek. Pemimpin Gereja tidak boleh mengambil oper tanggung
jawab itu dari manusia, melainkan harus menolong manusia untuk menerima
tanggung jawab itu. Jika dalam struktur manusia terjadi halangan untuk
kebebasan manusia maka termasuk tugas pastoral Gereja untuk memperhatikannya.
Gereja meletakkan keprihatinan tidak hanya kepada individu daam perusahaan
melainkan bagaimana struktur-struktur yang memungkinkan haknya untuk ikut
berbicara dalam hal penting di perusahaan.
2. Kepemimpinan
a. Pentingnya
kepemimpinan
Pentingnya
kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap efektifitas organisasi. Yakni
bagaimana mewujudkan kepemimpinan sedemikian rupa sehingga anggota dapat
berpartisipasi dengan aktif dan senang hati.
Kepemimpinan dapat
dilaksanakan oleh orang tertentu (Pastor, DPP, Panitia, dan kader), tetapi juga
sebagai fungsi dalam organisasi. Yang dimaksud kepemimpinan sebagai fungsi
ialah “pelaksanaan bentuk perilaku tertentu yang membantu grup untuk mencapai
hasil yang ditentukan. Ada 5 tingka laku yang dapat diperhatikan untuk membantu
grup atau organisasi: untuk menentukan tujuan grup, untuk bergerak menuju
tujuan itu, untuk memperbaiki interaksi antar anggota grup, untuk memperkuat
kohesi grup, dan untuk menyediakan sarana. Kepemimpinan sebagai fungsi tidak
hanya dijalankan oleh mereka yang secara formal sebagai pemimpin (leader) yang
mempengaruh untuk pengembangan organisasi, melainkan oleh banyak orang dan dari
grup atau organisasi yang lain. Menurut Twijnstra, setiap orang mempunyai
pengaruh terhadap berfungsinya grup atau organisasi dalam mana ia bekerja.
Kepemimpinan yang ideal
atau yang mengggairahkan jika bersifat melayani. Dalam mana kepemimpinan itu
berhasil mengintegrasikan: keprihatinan terhadap organisasi dan keprihatinan
terhadap reasi-relasi dan jika dalam melaksanakan tugasnya dengan gaya membenarkan
manusia sebagai subjek.
b. Sifat
Kepemimpinan
Sifat
kepemimpinan yang ideal atau menggairahkan kalau kepemimpinan melihat fungsinya
sebagai melayani dan tidak sebagai memerintah. Artinya kepemimpinan bertujuan
untuk mendukung orang/grup dan menolong mereka untuk menjalankan tugasnya dan
bukan untuk mendiiktekan apa yang harus mereka lakukan.
Dalam
mengambil keputusan ada dua pendapat yakni; pemimpin dapat mengambil keputusan
tanpa atau setelah konsutasi dengan anggota, entah karena prinsip atau alasan
pragmatis; kedua, keputusan harus diambil oleh orang atau grup yang terlibat
dalam tematik dan berkepentingan dengan keputusan itu.
Dalam
kehidupan umat atau jemaat gerejawi, pengambil keputusan itu berarti jemaat
atau umat (1) harus memilih struktur yang rumit dan (2) mengembangkan lembaga
seperti dewan gereja/paroki dan musyawara umat. Dalam menjalankan tugas
kepemimpinan sebagai pelayananan berarti membagi-bagikan kuasa terutama kepada
lewat delegasi tugas dan kewenangan untuk menjalankan tugas itu. Kepeminan
dalam tipe ini memberikan kesempatan kepada semua anggota untuk tetap
memanfaatkan kapasitas mereka.
c. Kepemimpinan
dalam Gereja
adalah
bagaimana kepemimpinan itu diarahkan kepada kesatuan jemaat. Dalam surat-surat
Paulus, ditekankan bahwa semua anggota menjalankan jabatan. Paulus tidak
menggambarkan ibadah jemaat sebagai buah dari tata liturgis tertentu, akan
tetapi sebagai hasil dari sumbangan-sumbangan dari seluruh jemaat.
Kalau
jemaat berkumpul semua anggota membawa sesuatu merupakan semua karisma yang
disumbangkan untuk pertumbuhan dan perkembangan jemaat (1 Kor 14: 26). Roh
sebagai pemberi rahmat yang membuat kemampuan manusia untuk melayani orang lain
dan pembangunan jemaat. Ciri khas karisma adalah pelayanan yang memberikan
kesempatan kepada semua orang untuk saling melayani. Kepemimpinan partisipatif
dapat terwujud dalam jemaat karena dapat tersebar atas semua orang. Itu
dimungkinkan karena jemaat-jemaat perdana merupakan kelompok yang relative
kecil (jemaat rumah), jemaat itu lebih mudah daripada kelompok besar, dapat
berjalan tanpa fungsionaris dan dewan khusus yang diangkat untuk memimpin.
Kemudian setelah kelompok menjadi besar kemudian dibentuklah fungsonaris. Namun
demikian situasi baru itu tidak menimbulkan perpecahan dengan situasi awal.
Artinya kemampuan dalam memimpin diterima dalam karisma, diterima dari Roh yang
sama yang mencurahkan karisma-karisma lain pula.
Menurut
Haring, jabatan sebagai karisma diantara karisma-karisma. Yang satu karisma ini
dan lainnya karisma itu. Yang diperjelas oleh Paulus dengan simbol tubuh, yakni
setiap anggota tubuh tidak dapat mengatakan kepada anggota yang lain bahwa saya
tidak membutuhkan kamu, maka mata tidak dapat katakana kepada tangan, aku tidak
membutuhkan engkau, dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki; aku tidak
membutuhkan engkau (1 kor 12:31). Karisma yang satu tidak merasa lebih penting
dari karisma yang lain karena tidak ada
hirarki dalam karisma. Bahkan secara tegas Yesus tidak memerintah Petrus
untuk memimpin Gereja melainkan menugaskannya sampai tiga kali untuk
menggembalakan domba-Nya ( Yoh 21:15-17).
Gaya
Kepemimpinan dengan model pastoral ini memberikan ciri khusus dalam tugas
penggembalaan. Pelayanan jabatan ini mempunyai fungsi untuk menolong jemaat
agar hidup sesuai dengan identitasnya. Petrus berkata kepada penatua-penatua
untuk menggembalakan kawanan domba, tidak seolah-olah mau memerintah atas
mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi
kawanan domba itu (1 Ptr 5:3)
3. Struktur
Umat akan
berpartisipasi dengan senang dan efektif ikut terpengaruh oleh struktur
organisasi. Struktrur adalah keseluruhan relasi dan hubungan antara orang yang
memegang posisi-posisi organisatoris yang formal dan informal yang
institusional dan yang kurang institusional. Formal dan informal maksudnya
adalah bahwa struktur itu tidak hanya ada dalam relasi yang dicatat dalam
buku-buku, bagan struktur, peraturan atau tata Gereja, melainkan juga mengenai patokan relasi yang de fakto ada.
Patokan relasi dapat dibedakan atas tiga
aspek. Pertama, relasi-relasi antara
masing-masing anggota individual dalam organisasi. Dua, relasi antara anggota individual dengan organisasi sebagai
keseluruhan, dan juga dengan kelompok-kelompok yang merupakan bagiannya. Ketiga, relasi-relasi antara
kelompok-kelompok di dalam organisasi.
Menurut
Pieper ada pedoman atau syarat untuk mengukur relasi yang disebut dengan gemeinschaft atau yang dimiliki bersama.
Yaitu
1. Keterbukaan:
manusia tidak menyembunyikan rahasia satu sama lain; namun keterbukaan itu
hanya mengenal hal yang dimiliki bersama
2. Pengorbanan:
kerelaan untuk mendahului yang dimilki bersama atas kepentingan pribadi
3. Kelangsungan:
sifat relasi memerlukan kontak langsung dalam mana dapat beremu muka; hal itu
menggarisbawahi keterikatan.
Struktur atau relasi-relasi antar
anggota individu dengan organisasi dapat dikategorikan dalam dua tujuan.
Pertama,
efek perhatian terhadap individu. Hal ini penting dalam kepemimpinan pastoral
karena menyangkut motivasi manusia dalam membangun relasinya. Fichter membagi
tipologi anggota jemaat atas empat tipe: anggota inti, anggota modal, anggota
marginal, dan anggota tidur. Setiap bentuk partisipasi anggota terhadap
organisasi adalah berbanding lurus dengan motivasi anggota itu sendiri.
Menurut Boonstra, ada tiga kata
kunci untuk mengetahui kedalaman motivasi menyangkut isi percakapan dalam
menunjukkan relasi atau isi percakapan yang akan menjadi arah pendalaman relasi
yakni: Situasi, iman, dan Gereja:
1. Situasi
Pertanyaan penting
menyangkut situasia adalah bagaimana situasi tempat tinggal anda? Apa pekerjaan
anda, apakah pekerjaan anda memuaskan, atau bagaimana relasi anda dengan tetangga,
dan lingkungan?
2. Iman
Apa yang anda pikirkan
kalau anda mengatakan bahwa anda percaya atau tidakpercaya. Apakah perbuatan
anda ada hubungan dengan keyakinan hidup anda; bagaimana?
3. Gereja
Apakah anda ada
ikatan/ada hubungan dengan Gereja? Apa harapan anda pada Gereja? Apakah anda
menghargai kunjungan rumah? Apakah anda ingin berpartisipasi?
Kedua,
motif dan fungsi kunjungan rumah. Berbicara karya penggembalaan sama dengan memberikan tempat
yang cukup untuk melayani melalui pastoral kunjungan rumah. Adapun kunjungan
pastoral rumah ini masih efektif karena berbagai alasan:
1. Dapat
bernilai positif bagi mereka yang dikunjungi. Mereka merasa ada perhatian yang
sungguh-sunggu oleh para pemimpin mereka
2. Pengalaman
negatif tentang Gereja dapat dibicarakan; keprihatinan tentang arah gereja
dapat percayakan kepada pengunjung yang mau mendengarkannya; pandangan kabur
tentang Gereja dapat diperjelas; gereja yang kurang tampil dapat menampakkan
diri lagi
3. Kunjungan
dapat membukakan kesempatan untuk membicarakan tentang iman dalam suasana
pribadi. Pada sebagian orang, metode kunjungan ini, yang dikunjungi dapat
membicarakan problem-problem tertentu.
4. Pastoral
kunjungan dapat menjadi sarana untuk melihat jemaat lewat mata orang-orang
marginal dan menemukan hal manakah yang
membuat orang kurang berpartisipasi sebagai jemaat.
5. Kepemimpinan
mempunyai kesempatan untuk berpikir bahwa tidak hanya bertolak pada peserta
yang actual melainkan bertolak pada peserta yang potensial
6. Petugas
dapat memiliki keyakinan yang mendalam bahwa ini semua berlangsung di bawah
napas Roh dan berarti bagi Kerajaan Allah.
Dengan model pendekatan
yang grass root, akar rumput melalui kunjungan rumah dapat berefek baik terutama pada tingkat vitalitas. Di sana selalu berhubungan dengan
kepemimpinan yakni memperlakukan orang secara serius serta melihat kepemimpinan
sebagai melayani dan mendengarkan. Dengan kata lain jemaat vital dicirikan
dengan:
a. Kunjungan
rumah dan
b. Person
yang dikunjungi mendapat tempat yang sentral.
4. Tujuan
/Tugas.
TUJUAN/TUGAS struktur
Konsepsi
identitas
|
Mengapa tujuan
organisasi menjadi penting dalam kepemimpinan karena kepempinan menjadi baik
itu ditentukan oleh kualitas tujuan dan tugas. Tujuan adalah sesuatu yang
dikejar dan tugas adalah pekerjaan yang disanggupi oleh seseorang atau
kelompok. Tugas dan tujuan mempunyai hubungan yang erat dalam keberhasilann
seseorang. Lewat tugas itu orang mengejar sesuatu dan itulah yang disebut
tujuan. Yang terpenting tujuan itu jelas, konkret, bersama dan menggairahkan.
Demi melaksanakan tugas yang penting orang diberi ruang untuk berfungsi sebagai
subjek.
Dalam gatra sosial ada
disebut tujuan resmi, berkat resmi dan tujuan operasional. Dalam hubungan
dengan pelayanan Gerejani, kita mengenal berkat resmi. Kita mempunyai sarana
agar dapat mencapai tujuan tersebut. Bagaimana menggunakan sarana yang tepat
akan memudahkan manusia mencapai tujuannya.
Ada faktor yang
mempengaruhi kepuasan pada tugas. Pertama, faktor kerja intrinsik: macamnya
kerja, memprestasikan sesuatu, memikul tanggung jawab, dihargai orang.
Factor-faktor ini menyangkut saties-fier (memberi kepuasan) atau motivator yang
sesungguhnya. Jadi factor ini adalah ciri-ciri tugas yang sebenarnya
(intrinsik). Kedua, faktor kerja ekstrinsik: peraturan atau prosedur umum, cara
memimpin, relasi dengan kepemimpinan, situasi kerja. Yang menjadi pusat perhattian
adalah adanya kebutuhan akan keamanan dan kepastian dalam memimpin.
5. Konsepsi
Identitas
Tujuan/Tugas struktur
KONSEPSI
IDENTITAS
|
Sebuah organisasi yang
memiliki konsepsi identitas yang jelas dan yang dimiliki bersama lebih menarik
daripada organisasi yang tidak mempunyai konsepsi atau yang konsepsi
identitasnya tidak jelas. Kepemimpinan dalam organisasi yang mempunyai
identitas yang jelas dan bersama biasanya berpengaruh positif terhadap
vitalitas organisasi. Sebabnya adalah organisasi semacam itu lebih mudah
membangun tujuan-tujuan.
Pengertian identitas
banyak dipakai dalam organisasi terutama kalau organisasi ingin
menjelaskankepada orang lain siapa mereka dan apa yang mereka maksudkan.
Identitas berarti kekhasan organisasi, sesuaatu yang mencirikannnya dan
membedakannya dari grup/organisasi yang lain. Oraganisasi terutama organisasi
yang normative (dikenal dalam masyarakat) seperti, partai politik, perkumpulan
buruh, institute pendidikan dan Gereja. Dalam kekhasan itu terdapat
kesinambungan organisasi. Jadi kalau kekhasan itu hilang, maka organisasi atau
kepemimpinan itu kehilangan identitasnya.
Identitas itu dari
suatu pihak menunjukkan yang khas/membedakan dan dari lain pihak yang tetap
dalam perubahan. Maksudnya, yang khas dan yang tetap itu, kalau organisasi
menyatakan bahwa mereka pada hakikatnya tidak berubah kendatipun segala perubahan
yang terjadi.
------------------------------------------------------------------------------------------
KEPUSTAKAAN
1. Alo Liliweri (2001) : Gatra-gatra
Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar.
2. Andre Bayo Ala (1985): Hakekat Politik, Siapa Melakukan Apa Untuk
Memperoleh Apa, Yogyakarta. Penerbit Akademika UGM.
3. …………………………(2203) : Dasar-dasar Komunikasi
Antar Budaya. Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar
4. Herman Musakabe (2005): Roh
Kepemimpinan Sejati, Kupang. Penerbit Yayasan Citra Insan Pembaru
5. ……………………………(2008): Pemimpin Dan Krisis
Multidimensi. Kupang. Penerbit Yayasan Citra Insan Pembaru
6. …………………………….(2010): Menjadi Manusia
Kaya Arti, Kupang. Penerbit
Yayasan Citra Insan Pembaru.
7. Jan
Hendriks (2002), Jemaat Vital Dan
Menarik: Membangun Jemaat dengan Menggunakan Metode Lima Faktor. Terj.,
Yogyakarta. Penerbit Kanisius.
8. Yakob Beoang (2014) : Korelasi Antar
Kualitas Pemimpin Politik dan Partisipasi Politik Masyarakat Pemilih,
Yogyakarta. Penerbit Cerdas Pustaka Publisher.
9. Sekretariat Pastoral Keuskupan Larantuka
(1997), Untuk Pekerja-Pekerja Jam ke Ketiga. Kumpulan Pikiran dan Gagasan.
Larantuka. Penerbit Sekpas Keuskupan Larantuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar